ProFiles

ProFiles

Rabu, 31 Juli 2019

Dana Desa Perkuat Sistem Ketenagakerjaan


Direktur PMD, M. Fachri hadir menyaksikan MOU kerjasama kemitraan antara ketum DPN Hukum Adat dan Kades Rajapolah Kab. Tasikmalaya Jabar

BOGOR- DesaSultra. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Desa PDTT-RI, M. Fachri S.STP., M.Si menghadiri Rapat Koordinasi Kerjasama dan Kemitraan Masyarakat untuk Desa Membangun Indonesia di  Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (31/7/2019).

Rakor dihadiri oleh unsur Dinas PMD Kabupaten Bogor, Tenaga Ahli P3MD Kabupaten Bogor, para Kepala Desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat, Kepala BumDesa, Pendamping Desa, Organisasi  Masyarakat  serta  Tokoh  Masyarakat se-Kabupaten Bogor.

Direktur PMD saat memberi sambuatan mengatakan, Rakor tersebut untuk mendorong upaya dan bentuk koordinasi penguatan kapasitas pendampingan desa di bidang kerjasama dan kemitraan masyarakat desa, baik di tingkat kementerian, lembaga negara, BUMN, Pemerintah Daerah dan Desa, untuk dapat bekerjasama baik antar desa maupun dengan sektor swasta.

Hal ini kata Direktur PMD, untuk lebih memperkuat secara kelembagaan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat  khususnya  desa-desa  di  wilayah Kabupaten Bogor.

“Kegiatan ini dalam rangka mempercepat pelaksanaan program – program prioritas serta pengembangan berbagai bentuk program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa,  guna menjalin kerjasama dan kemitraan usaha masyarakat dalam rangka percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa,” ujar Fachri dalam sambutannya.


Fachri juga mengatakan, kita akui bahwa masalah pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sampai saat ini masih banyak dan kompleks. Kondisi ini menuntut  masyarakat  desa harus memenuhi segala kekurangan yang ada di desanya, dengan  segala  keterbatasan  yang  dimiliki.

Maka dari itu, ujar Fachri, tidak menutup kemungkinan banyak tenaga kerja terutama kalangan muda, terpaksa bermigrasi keluar dari wilayah desanya. Sehingga diharapkan adanya kerjasama desa dan kemitraan terutama dengan sektor swasta, untuk dapat memacu peningkatan perekonomian masyarakat dan menyerap tenaga kerja.

“Melalui kerjasama dan kemitraan ini, juga diharapkan dapat memberikan  ruang  bagi  desa  untuk  mengembangkan potensinya dengan  memenuhi  kekurangan  dan keterbatasannya. Desa, terutama dengan pihak swasta, dapat bersinergi untuk peningkatan perekonomian desa. Di sinilah proses kemitraan menjadi penting untuk dilakukan,” tegas Fachri.

Turut hadir pula dalam acara tersebut Drs Mirwanto Mangunwiyoto Anggota Tim Asistensi Kementerian Desa PDTT, Dr Ariroh Rezeki Matanari, S,Sos, M.Ikom dan Dr.H.P. Panggabean SH, M.S pegiat desa/Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantara.


Juga hadir Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Desa Ditjen Bina Pemdes Kemendagri yang diwakili Kasubdit Pemberdayaan Komunitas, Direktorat  Pemberdayaan Informasi pada Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kadis PMD Kabupaten Bogor beserta jajarannya, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat/NGO, Tenaga Ahli Kabupaten dan Pendamping Desa, Kepala Bumdes, serta para  hadirin peserta dari Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Pada kegiatan ini, juga dirangkaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman/MoU kemitraan antara Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Kerukunan Mayarakat Hukum Adat Nusantara dengan Kepala Desa Rajapolah, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, dalam hal pendampingan teknis, pengembangan produk unggulan desa, kelembagaan ekonomi desa, dan advokasi hukum adat dalam rangka pengembangan ekonomi kreatif desa. (prana)

Energi PID Merajut Jejaring Pengetahuan Inovasi AntarDesa Nusantara

JAKARTA - DesaSultra. Pelaksanaan Bursa Inovasi Desa (BID) sebagai bagian kegiatan program inovasi desa (PID) sudah terlaksana dua kali yaitu pada tahun 2017 dan 2018. Sebagaimana tujuan BID, yaitu sebagai ruang berbagi pengetahuan antardesa yang defisit prakarsa program yang inovatif dengan desa yang surplus, atau minimal memiliki pengalaman melaksanakan program pembangunan desa yang memiliki nilai inovatif, seperti memiliki keunikan, kebaruan dan distingsi, dan bermanfaat karena menjawab permasalahan masyarakat.
Melalui BID tersebut, diharapkan antardesa bisa saling belajar sehingga saling terinspirasi dan terdorong untuk mereplikasi program-program inovasi pada tahun anggaran tertentu, sehingga di kemudian hari akan melipat ganda jumlah desa yang mengelola Dana Desanya secara efektif karena adanya inovasi sebagai arusutama pembangunan desa.
Ditinjau secara satistik deskriptif, tujuan BID sebenarnya telah menjangkau capain tujuannya. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji petik KNPID atas pelaksanaan BID dan potensinya terhadap replikasi inovasi desa. Pada tahun 2017 sebanyak 236 kabupaten yang melaksanakan BID. Kegiatan tersebut mampu memobilisasi 32.781 desa dan 98.343 orang perwakilan desa berpartisipasi di dalamnya.
Hasil pemetaan rencana replikasi program inovasi desa pasca BID 2017 diketahui sebanyak 10.943 desa mereplikasi program di bidang infrastruktur, 8.819 desa mereplikasi program di bidang kewirausahaan dan ekonomi dan 3.837 desa mereplikasi bidang pembangunan sumber daya manusia. Dikercutkan lagi berdasarkan kemampuan PID dalam mendukung program prioritas Menteri Desa yaitu sarana olah raga desa, embung desa, teridentifikasi ada 38,55%, bidang kewirausahaan ekonomi lokal (BUMDesa, Prukades dan Desa Wisata) sebanyak 32,53% dan 28,92% mereplikasi program bidang SDM, seperti pengembangan PAUD, Posyandu dan pengurangan stunting.
Per 5 Oktober 2018, telah ada 226 kabupaten yang melaksanakan BID.  Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. BID tahun 2018 kali ini juga secara substansi dapat dikatakan berhasil karena desa-desa yang terlibat semakin banyak dan tidak sedikit yang menyatakan komitmennya untuk mereplikasi program-program pembangunan desa yang inovatif. Terhitung ada 13.365 desa hadir dalam perhelatan tersebut. 13.167 laki-laki dan 8.361 perempuan perwakilan desa hadir.
Bila pada tahun perencanaan 2018 apa yang mereka komitmenkan masuk ke dalam dokumen perencanaan pembangunan desa, maka tahun 2019 akan ada 8.900 unit program/kegiatan. Hasil identifikasi tim KNPID dari hampir 9000-an rencana replikasi tersebut, 3.114 replikasi program infrastruktur, 2.899 bidang pengembangan SDM, dan 2.887 bidang pengembangan ekonomi lokal. Dari BID 2018 kali ini juga terpetakan 3.060 ide program inovatif yang telah tumbuh, dengan rincian 765 bidang infrastruktur, 927 bidang pengembangan SDM dan 1.368 bidang kewirausahaan ekonomi lokal.
Terbangun Jejaring Pengetahuan
Bahan atau menu utama pelaksanaan BID sebagai dasar sharing pengetahuan inovasi desa adalah dokumen pembelajaran inovasi desa. Perlu disampaikan di sini, menu pembelajaran inovasi desa adalah berasal dari praktik-praktik inovasi yang telah tumbuh dan berbuahkan manfaat. Kemudian dicapture oleh TPID dan diverifikasi hingga menjadi bahan pembelajaran yang layak oleh KNPID. Bahan pembelajaran dikemas  dalam bentuk dokumen tertulis dan video.
Selain menampilkan sisi-sisi noveltik dari suatu inisiasi program pembangunan, dalam dokumen pembelajaran inovasi desa juga dilampirkan kontak person dari desa, sehingga memungkinkan bagi siapapun yang tertarik dan ingin mendalami secara lebih seksama atas inovasi desa yang bersangkutan, dapat mengontak langsung, tanpa melalui perantara TIK maupun  KNPID sendiri.
Melalui TIK yang dibantu oleh para pendamping desa dan Tenaga Ahli di setiap kabupaten penyelenggara BID, menu-menu bursa dipasarkan, hingga terjadi proses konsultasi dan pada akhirnya tertarik, lalu desa-desa peserta BID berkomitmen melembagakan menjadi program prioritas pembangunan desa. Tentu dalam proses pelembagaan tersebut, akan disampaikan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan.
Meski masih sedikit yang menyorot pengaruh BID terhadap menguatnya sharing pembelajaran inovasi antardesa, tentu kita tidak serta merta langsung memvonis bahwa BID tidak bekerja efektif membangun pembangunan desa. Sebagai jembatan berbagi pengetahuan tentu tidak bisa kita kuantifikasi, apalagi dikasatmatakan bahwa BID menghasilkan output yang secara empiris dapat dipersepsikan melalui indra kita. Karena jejaring pembelajaran inovasi yang terbangun karena BID pada dasarnya bersifat tacit.  
Meski bersifat tacit, pengalaman atas dampak BID terhadap menguatnya linkage of knowledge dapat diceritakan di sini. Semoga dengan cerita pengalaman berikut, dapat mengisi celah kesanksian kita pada kemampuan Program Inovasi Desa menyebarluaskan praktik inovatif pembangunan desa hingga merajut jejaring pengetahuan antardesa.
Jambi dan Kepulauan Talaud Belajar kepada Papua
Oktober dan September lalu adalah bulan di mana banyak kabupaten melaksanakan BID. Khususnya bagi kabupaten-kabupaten di Jambi dan Sulawesi Utara. Ternyata kegiatan kopi darat sharing pengetahuan yang disebut BID di daerah tersebut menyisakan cerita menarik karena membawa makna tersendiri bagi desa-desa di Jambi dan Kabupaten Kepulauan Talaud .
Seorang pendamping desa, Sumarno, yang berasal dari Kampung Udapi Hilir di Kecamatan atau Distrik Pravi Kabupaten Manokwari, sekaligus karena posisinya sebagai warga kampung yang aktif juga sebagai inisiator berdirinya BUMDesa “Bangun Asanyar” mengaku kaget ketika seseorang dari beberapa daerah, dua diantaranya berasal dari Jambi (085289309846) dan Kepulauan Talaud (Wilson Sanger 082188971169) menelponya karena tertarik dengan menu bursa dari Manokwari dengan judul “Perencanaan Bisnis untuk Merintis Pabrik Tepung Tapioka”.
Dirinya kaget karena tidak menyangka bila masuknya pendirian BUMDesa di desanya masuk kategori inovasi sehingga terpajang sebagai salah satu menu pembelajarn inovasi desa. Sekaligus juga kaget, karena ada daerah yang tertarik untuk mereplikasinya, sehingga tertarik untuk mendalaminya langsung kepada pelaku atau inisiator pendirian BUMDesa tersebut. Menurut Marno, sang penelpon mengaku tertarik dan ingin mengembangkan unit usaha yang sama, yakni pengolahan singkong menjadi tepung tapioka setelah mengikuti BID di kabupaten dan menemukan inovasi dari Kampung Udapi Hilir tersebut.
Yang ditanyakan oleh sang penelpon kepada Marno sebenarnya tak jauh dari narasi pembelajaran sebagaimana ditulis dalam dokumen pembelajaran inovasi desa, tapi yang menarik baginya adalah permintaan dari yang bersangkutan untuk diajari untuk membuat perencanaan bisnis atau proposal business plan. Bahkan sang penelpon, khususnya yang dai Kepulauan Talaud telah menyampaikan inisiatif kepada pemerintah kabupaten hingga pemerintah provinsi untuk bisa mendatangkan tim BUMDesa dan Pemerintah Kampung Udapi Hilir ke Kepulauan Talaud agar bisa diajari secara langsung dalam hal pengembangan usaha berbasis potensi desa yaitu singkong. Karena baik di Jambi maupun Kepulauan Talaud, singkong banyak ditanam masyarakat tapi belum dipotimalkan hingga memberikan nilai tambh yang besar bagi masyarakat.
Hasil perbincangan daring tersebut, oleh Marno disampaikan kepada pengurus dan pemerintah kampungnya. Seperti halnya Marno, kabar tersebut tentu mengagetkan sekaligus membawa kebanggaan tersendiri bagi mereka. Karena kerja kerasnya secara tidak langsung mendapat pengakuan dari publik, bahkan menjadi percontohan. Bilamana suatu saat positif diminta dan difasilitasi bisa berbagi pembelajaran mengembangkan BUMDesa Pabrik pengolahan tepung tapioka dari singkong, menurut Marno, pengurus BUMDesa setempat siap-siap saja.
Pengalaman komunikatif antara desa di Manokwari dengan desa-desa di Jambi dan Sulawesi Utara tersebut kiranya dapat menjadi penegas bahwa saat ini, atau dengan adanya BID, pertama, telah menumbuhkan gerakan literasi desa, yaitu gerakan untuk saling berbagi informasi pengalaman melaksanakan program pembangunan desa yang inovatif. Kedua, BID telah membantu desa melihat atas kemajuan dirinya karena terkoreksi oleh kemajuan desa lainnya, sehingga dari sinilah muncul kesadaran baru arti pentingnya membangun jejaring pengetahuan antardesa.  Ketiga, dokumentasi pembelajaran inovasi desa telah menjaga pengalaman inovasi desa yang telah tumbuh dari menguapnya pengetahuan lokal karena keacuhan masyarakat. Dengan dokumentasi ini antargenerasi desa dapat belajar tentang masa lalu dan menerawang masa depan mereka. [borni]

Pentingnya Berfikir Sistem Dalam Inovasi Desa

Direktur PMD Kemendes M.Fachri, Kadis PMD Sultra Tasman Taewa dan Bupati Bombana H.Tafdil
JAKARTA – DesaSultra. 2017 lalu Sutoro Eko terlibat dalam tim task force yang membidani lahirnya Program Inovasi Desa (PID). Untuk kali pertama, sebagaimana dilansir dari lama Facebooknya, ia berkesempatan hadir dalam agenda Bursa Inovasi Desa yaitu di Kabupaten Pasangkayu Sulawesi Barat. Dari laman facebooknya, ia menyampaikan rasa salutnya atas testimoni Kepala Desa Parabu, karena kemampuannya membangun desa yang melampaui inovasi. Artinya, di Desa, pengelolaan inovasi di Pasangkayu cukup paripurna.
Ditemui saat di Jakarta, kepada tim KNPID, Sutoro Eko bercerita Desa Pasangkayu adalah desa yang sebagian besar pendudukanya berasal dari Bali. Seperti halnya desa-desa di Bali, Pasangkayu memiliki ciri di mana kelembagaan desanya mencirikan struktur desa asli, misalnya ada lembaga subak, bedande yang mengurusi adat, banjar, pura dan lain sebagainya. Dalam hal pembangunannya selalu mengintegrasikan semua unit kelembagaan yang ada sehingga memiliki pandangan dan tindakan yang mengarah pada satu tujuan.
Orang Bali selalu membangun desa dengan cara dan pendekatan sistem. Antarunit di desa punya otonomi tapi saling berintegrasi, tambah Sutoro Eko yang tak lama lagi akan dilantik sebagai Rektor ATPMD “APMD” Yogyakarta. Intinya, masing-masing organ memiliki otonomi tapi saling terikat dalam sistem desa, jadi kekuasaan tidak terpusat di tangan kades semata, semua punya peran sesuai dengan kewenangannya, imbuhnya.
Saat dimintai masukan terkait dengan pengembangan PID, Sutoro mengajukan gagasan arti pentingnya pendekatan “sistem” dalam pembangunan desa. Pendekatan sistem, menurutnya “berfikir dari hulu ke hilir”. Yang namanya berfikir sistem pemerintahan desa adalah pekerjaan yang tidak akan pernah habis. Di sinilah mungkin ini, menurutnya mandat pekerjaan P3MD. Sayangnya, PID saat ini belum mengembangkan pendekatan ini. PID masih sekadar capture, atau dalam bahasanya memotret. Pendekatan inovasi saat ini sifatnya totok darah, di mana aliran darah yang ngadat nanti di situ yang ditotok. Padahal lebih baik sistemnya dulu yang ditata, tidak ditotok pada bagian-bagian tertentu saja.
Inovasi Desa sendiri menurut Sutoro yaitu mengakselerasi desa yang sudah maju tapi pendekatannya sistemik. Desa yang lemah itu diafirmasi yaitu yang kepala desanya tidur, gak punya kantor desa, pemerintahanya tidak jalan. Pendekatan sistem juga setara dengan pendekatan institusionalisasi. Pendekatannya institusionalisasi bukan sekadar capture. Dalam pandangannya, institusionalisasi sistem berdesa harus dibenahi dulu, menyangkut kewenangannya, tata pemerintahannya, sampai dengan penganggarannya. Desa satu sama lain berbeda-beda. Karenanya seribu desa seribu cerita.
Afirmasi ini, sekali lagi menurut penulis buku Negara Lama Desa Baru ini sebenarnya perintah UU Desa. Selama ini desa di Indonesia ganti kepala desa, diikuti ganti perangkat. Dampaknya sangat buruk. Seharusnya tidak seperti itu. Karena itu rekrutmen perangkatnya perlu diperbaiki. Rute atau caranya, pertama, mengoptimalkan hak. Sejelek apapun, regulasi di kabupaten diberesi dulu, syukur Perda dan Perbupnya lebih baik yaitu mengoptimalkan hak dan kewenangan desa. Prinsipnya yang namanya hukum adalah mengatur hak dan kewajiban. Hak dimaksimalkan, tapi disertai pula larangan agar tidak merugikan orang lain.
Kedua yaitu kewajiban. Seharusnya orang menggunakan hak itu disertai prosedur yang minimal. Kalau maksimal, akhirnya lebih banyak kewajibannya. Yang penting begini, imbuhnya, dalam bidang ekonomi, setiap orang punya hak untuk berusaha mendirikan usaha. Tetapi ada larangannya, anda tidak boleh merugikan lingkungan, anda tidak boleh merugikan lingkungan sosial, lalu dibuat prosedur. Selama ini yang namanya prosedur ya kewajiban. Kewajibannya kadang mengerikan. Misalnya desa mau buat air kemasan, tapi ditubruki dengan banyak kewajiban prosedur ini itu. Prosedurnya harus begini begitu, akhirnya inisiatif tersebut tidak jalan.
Makanya tugas utama kementerian adalah melaksanakan pembinaan dan pengawasan, tidak harus melaksanakan program. Tujuannya adalah menanam sistem. Misalnya Subdit Perencanaan ya menananmkan sistem. Jadi lebih baik berfikir sistem daripada bicara program. Memang di dalam berfikir sistem juga ada program. Dari sini kita bisa dapatkan peta kondisi desa.
Desa ibarat meja. Di atas meja ada macam-macam barang, ada makanan, minuman, komputer, kertas dan lain sebagainya. Meja itu tempat orang bekerja, tempat orang bermusyawarah. Karenanya ketika bicara meja ya kita bicara soal mejanya, barang di atasnya dan orang-orang yang memanfaakannya. Ini bicara sistem, tandasnya. Jangan hanya bicara soal minumannya. Kalau inovasi ini masih hanya bicara minumanya saja, tidak bicara sistemnya, maka inovasi desa pada dasarnya hanya menotok aliran darah di titik tertentu karena penyumbatan.(Borni)

Minggu, 28 Juli 2019

Tambak Beras Riwayatmu Kini


Kali Tambak Beras yang sudah melewati puluhan masa kedinastian

Dalam lintas sejarah Kerajaan Majapahit tercatat peristiwa sejarah pemberontakan hasil operasi senyap adu domba yang dilakukan Halayuda kepada Ranggalawe agar ditumpas oleh penguasa Majapahit, Raden Wijaya. Alhasil, trik jahat Halayuda berhasil membuncahkan pemberontakan Ranggalawe melawan otoritas Majapahit. Singkat cerita, pemberontakan berhasil ditumpas dan Ranggalawe terbunuh. Lokasi terbunuhnya di sungai Tambak Beras. Sebagai catatan, Halayuda dan Ranggalawe ada dasarnya adalah generasi pertama orang-orang yang bersama Raden Wijaya babad alas hutan tarik hingga menjadi perkampungan yang pada akhirnya tumbuh besar menjadi kerajaan terbesar di Nusantara.

Sejarah diatas tampaknya tak lagi melekat erat dalam ruang ingatan kolektif masyarakat di daerah aliran sungai tersebut. Terlebih ketika sifat fisik sungai sudah berubah drastis karena derap pembangunan mulai dari kian sempitnya badan dan alur sungai, tumpukan sumpah yang membuat kotor sungai hingga mengeluarkan aroma tak sedap.

Dari generasi ke generasi, dari satu periode kepemimpimpinan ke periode kepemimpinan, tampak perhatian pemerintah dan segenap elemen masyarakat masih saja belum serius mengurus nasib sungai yang mengalir dari Jombang ke Ploso tersebut. Hingga kini sampah masih menjadi polutan utama yang merusak pemandangan indah sungai sampai dengan mengubur jejak sejarah tadi.

Komitmen Pemkab
Dalam sebuah agenda talkshow Bursa Inovasi Desa (BID), Bupati Jombang, Hj. Munjidah Wahab dalam lontaran gagasanya berpendapat sungai ada sumber kehidupan. Agar terjaga kelestariannya, salah satu alternatif tata kelolanya adalah dengan menjadikan sungai sebagai aset wisata. Bupati yang masih putri KH. Wahab Hasbullah ini bahkan mengingatkan bila kita membiarkan sungai rusak, maka ancaman seperti stunting bisa kian meninggi.


Konsepsi pengembangan wisata sungai tersebut perlu disambut, apalagi bagi masyarakat di desa. Namun untuk merealisasikanya, terlebih untuk sungai di kota, sungai Tambak Beras contohnya, maka dibutuhkan strategi dan pendekatan stakeholder yang tidak sederhana.

Mengapa demikian. Pertama pertalian kepentingan antarpihak yang kompleks. Kita tahu di ujung selatan sungai Tambak Beras terdapat pabrik gula Jombang yang selalu memuntahkan polutan cairnya ke sungai ini. Bertahun-tahun lamanya. Ini menandakan bahwa perusahaan ini tak berubah kesadaran humanitas ekologisnya.

Kedua, pemukiman penduduk dan pelaku ekonomi lain yang berada di sepanjang daerah aliran sungai yang masih belum berupa perilaku ekologisnya. Seperti haknya pabrik gula, mereka juga masih memiliki kebiasaan membuang sampah rumah tangga ke sungai. Ketiga, belum adanya kelembagaan sosial kemasyarakatan yang kuat menyuarakan kepentingan konservasi daerah aliran sungai (DAS). Terlebih lembaga yang tumbuh dari dalam komunitas di sekitar DAS. Keempat, belum optimalnya pelaksanaan peran dan fungsi Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang berkaitan sungai dan air (Dinas Pengairan dan Dinas Pertanian/LH).

Saat ini Jombang masih dinaungi musim kemarau. Saatnya melakukan aksi mitigatif agar dampak buruk sungai yang kotor tersebut dapat ditekan. Dalam hitungan jangka pendek, kiranya pemkab Jombang perlu segera menyiagakan pertama satuan tugas pembersih sungai, kedua, menggerakan desa dan masyarakat di sekitar DAS bergotong-royong mebersihkan lingkungan khususnya sungai dan saluran irigasi. Ketiga kampanye mitigasi pengurangan risiko bencana kekeringan dan ancaman penyakit ketika musim penghujan tiba nanti. Untuk perhitungan jangka panjang, maka aksi penyelamatan sungai perlu didedah melalui beberapa langkah opsional berikut. Pertama pemkab perlu melakukan kaji ulang tata kelola kebijakan air, sungai, pemukiman, perindustrian dan persampahan. Terlebih ketika derap industrialisasi dan pemukiman penduduk di Jombang kian rizomatik sehingga daerah sungai dan daerah tangkapan air lainnya semakin menyempit.

Maka ini menandakan bahwa ada missing dalam tata kelola kebijakannya. Kedua, mendorong tumbuhnya komunitas berbasis masyarakat sekitar aliran sungai yang kelak akan menjadi mitra pemerintah dalam menjaga fungsi ideal sungai. Ketiga, mendorong tanggung jawab sosial korporasi hingga membuat skema tata kelola DAS bersama lembaga korporasi, karema selama ini mereka memiliki sumbang sih terhadap rusaknya sungai, khususnya Sungai Tambak Beras. (borni)

Selasa, 23 Juli 2019

Kawal Hasil Komitmen BID untuk Replikasi APBDes 2020


KPP P3MD-PID Kemendesa PDTT-RI Sultra La Ode Syahruddin Kaeba

Memasuki hari kedua, Selasa (23/07/2019) dalam putaran pertukaran inovasi desa Kabupaten Muna, kembali Koordinator P3MD-PID Kementerian Desa dan PDTT-RI Propinsi Sulawesi Tenggara, La Ode Syahruddin menegaskan bahwa penggunaan dana desa harus lebih banyak ditujukan kepada kegiatan-kegiatan keinovasian, harus memperlihatkan praktek cerdas dari manfaat dana desa tersebut.

“Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa Dana Desa yang digelontorkan ke desa-desa oleh Pemerintahan RI Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Desa dan PDTT-RI itu ada rambu-rambu dan aturan secara umum yang harus ditaati,” tegasnya ketika memberikan sambutan pada Pembukaan Bursa Inovasi Desa Region II (Kecamatan Tongkuno dan Tongkuno Selatan) Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.


Hadir dalam acara tersebut selain OPD Pemkab Muna, para tripika dari dua kecamatan, para kepala desa, tim pengelola inovasi desa, warga dan pelaku pembangunan di desa serta pihak-pihak lainnya, termasuk mitra pemerintah desa, pendamping desa (PD, PDTI dan PLD), serta tenaga ahli.

Menurutnya, potensi-potensi desa, termasuk Prudes, ekonomi lokal dan kelembagaannya seperti BUMDes, harus menjadi perhatian utama dan prioritas dalam penggunaan dana desa. Semuanya itu dapat dikemas melalui musyawarah pembangunan desa atau musyawarah desa. “Jadi kita tidak boleh mengabaikan aturan umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat atau oleh Kementerian Desa dan PDTT,” pintanya.

Oleh karena, maka dalam BID yang kemudian tahun ini harus lebih didekatkan lagi kepada warga dan pelaku pembangunan di desa sehingga pelaksanaannya diskenariokan di kecamatan, harus menjadi tolak pangkal perencanaan pembangunan.

Karena dengan dasar itu, panduan umum (Padum), yang kemudian dibahas dalam musyawarah untuk dimasukkan ke dalam APBDes, maka hasil-hasil bursa seperti kartu komitmen dan kartu ide, dapat lebih optimal dan berdaya guna.

Putra kelahiran Kota Raha ini secara tegas akan meminta agar seluruh elemen desa, kecamatan serta para pendamping desa dan tim pengelola inovasi desa akan melakukan pengawalan terhadaop hasi-hasil BID ini.


“Komitmen hasil BID akan menjadi syarat utama dalam evaluasi APBDes tahun 2020 mendatang. Jadi, mulai sekarang dokumen-dokumen dan fasilitasi warga agar ide-ide dan praktek cerdas yang ada di desa akan diakomodir dalam APBDes. Ini syarat utama, dan tak ada tawar-menawar,” pesannya.

Karena hanya dengan demikianlah, maka ke depan, desa dan warga desa melalui pemerintahan desa sudah memiliki sumber-sumber penghasilan sendiri, ada pendapatan asli desa (PAD) yang secara kontinyu membuat desa terus mapan dan berdaya, maju dan mandiri. *

Senin, 22 Juli 2019

La Ode Syahruddin Kaeba : "DD Dominan Tujukan untuk Pertukaran Inovasi Desa"


Koordinator P3MD-PID Sultra La Ode Syahruddin hadiri BID Region I Muna

RAHA-DesaSultra. Gerak laju Bursa Inovasi Desa (BID) Program Inovasi Desa (PID) semakin bergulirnya rodanya, dan kali ini justru Kabupaten Muna memulainya, Senin (22/07/2019) di Region I yang meliputi Kecamatan Towea, Lasalepa, Napabalano dan Kecamatan Batalaiworu.

Seperti halnya di daerah lain, maka para inovator desa yang memadati ruang bursa, selain dari utusan pemerintah, perwakilan OPD, tripika, dan pemerintah desa, tim pengelola inovasi desa (TPID), Tim inovasi kabupaten (TIK), serta para pendamping desa dari wilayah kerjanya masing-masing.

Koordinator P3MD-PID Kementerian Desa dan PDTT-RI Propinsi Sulawesi Tenggara, La Ode Syahruddin Kaeba dalam sambutannya mengungkapkan, bahwa langkah-langkah nyata yang akan dilakukan dalam mengamanahkan UUD Desa salah satunya dengan pola inovasi kegiatan, praktik-praktik cerdas atau pengetahuan dalam investasi dana di desa dan kegiatan-kegitan lain dalam pembangunan desa telah tumbuh dari inisiatif masyarakat dan/atau pemerintah desa.

“Investasi desa dalam rangka pembangunan perdesaan dan pemberdayaan masyarakat, secara umum dapat di kategorikan dalam tiga bidang meliputi infrastruktur perdesaan, kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia,” ungkap putra Raha ini.

Alumni Universitas Muslim Indonesia Makassar menambahkan, telah berbagai kegiatan inovatif dan praktek cerdas tersebut berpotensi untuk dikembangkan atau direplikasi di tempat lain dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan.

Salah satu strategi yang dikembangkan dalam program inovasi desa (PID), sambungnya adalah pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa (PPID), yaitu dukungan kepada desa-desa agar lebih efektif dalam menyusun rencana penggunaan dana desa sebagai investasi yang mendorong peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.

Pemberdaya sejati ini mengakui bahwa pemerintah desa dan masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengartikulasikan aspirasinya dalam pembangunan, sedangkan pemerintah daerah kabupaten muna melalui perencanaan sektoral dapat melaksanakannya secara sinergis.

Akhirnya, ia mengingatkan bahwa media pembelajaran inovasi dan replikasi kegiatan bagi desa yang akan dilaksanakan melalui program inovasi desa (PID), merupakan salah satu upaya pemerintah pusat dan dukungan penuh dari pemerintah kabupaten melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab.Muna, serta organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mendorong sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif dan partisipatif.

Sesudah pembukaan, para peserta, utamanya para kembali memasuki bilik-bilik yang sudah disediakan untuk ‘belanja’ ide atau gagasan sesuai dengan menu-menu yang telah ditampilkan. *zhulman


Jumat, 19 Juli 2019

PID dan Pewarisnya Harus Tetap Lestari


Gelar Bursa Inovasi Desa di Lombok Barat
LOMBOK- SC. Kepala Bappeda Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dr. H. Baehaqi, M. Pd, MM, saat memberi pengarahan pada pelaksanaan Bursa Inovasi Desa (BID) di Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat Tahun 2019 menyampaikan, bahwa kegiatan BID sangat penting bagi proses pembangunan desa. Karena BID merupakan forum bagi desa-desa untuk penyebaran dan pertukaran inisiatif atau inovasi pembangunan desa.

Melalui forum BID, ujar Baehaqi, diharapkan desa dapat mengambil pelajaran dari desa lain terkait praktik terbaik pembangunan desa. Selanjutnya desa tersebut melakukan Analisis, Tiru dan Modifikasi (ATM) sebelum direplikasi di desanya.

"Kegiatan Bursa Inovasi Desa ini perlu terus diupayakan keberlanjutannya dalam proses pelaksanaan pembangunan desa di daerah kita ini. Model pembangunan seperti ini sangat efekif bagi desa,"yakin Kepala Bappeda di hadapan peserta dan undangan yang hadir.

Dengan demikian, lanjut Kepala Bappeda, walau Program Inovasi Desa (PID) akan berakhir tahun ini, tapi di Lombok Barat tidak. Warisan PID seperti menggelar bursa dan lainnya, ke depan tetap ada nantinya.

"Sebagai bentuk komitmen daerah kami mewarisi PID, maka Dinas PMD Kabupaten Lombok Barat harus segera menyusun PERBUP (Peraturan Bupati) yang menjamin keberlanjutan kegiatan-kegiatan PID. Selaku kepala Bappeda, kami menantang agar Dinas PMD segera mengusulkan anggaran untuk kebutuhan penyusunan PERBUP keberlanjutan PID,"ucap Baehaqi.

Pelaksanaan BID di Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat, hari Kamis (18/7/2019) dihadiri oleh Nursaid Mustafa (Kasubdit PKMD Kemendesa RI), Dr. H.Baehaqi, M.Pd, MM (Kepala Bapeda Lombok Barat), Rusdin M Nur (Program Leader KN-PID), Yos D. Billy (Deputi Monev Sekpro), dan Ikhwan Maulana (Representasi WB).

Kemudian, Dinas PMD Kabupaten Lombok Barat, Camat Lingsar, seluruh Kepala Desa dan BPD se Kecamatan Lingsar,  TAPM Lombok Barat, PD dan PLD di Lingsar juga  hadir di arena bursa. Kegiatan BID dipusarkan di aula kantor Camat Lingsar Kabupaten Lombok Barat. (rilis)

Solusi Terbaik Tekan Angka Kemiskinan Lewat PID


Direktur PMD M Fachri dalam acara Bursa Inovasi Desa di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Bombana, Kamis (18/07/ 2019).

BOMBANA – SC. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) M. Fachri, atas nama Dirjen PPMD mengatakan, Dana Desa yang telah diterima oleh Desa selama 4 (Empat) Tahun ini talah mampu menekan angka kemiskinan di desa sekitar 9,41 % sesuai rilis terbaru dari BPS. Oleh karena itu, pihaknya berharap agar para kepala desa layak diberikan reward atas keberhasilan yang telah diraih selama ini.

"Bagi desa yg bisa menurunkan angka kemiskinan di desa maka layak diberikan reword antara lain melalui Program Inovasi Desa. Sebab, program ini dinilai strategis untuk memacu peningkatan sumber daya manusia yang lebih kreatif dan produktif", kata Fachri.

Demikian rilis yang disampaikan ke Media dalam rangka kegiatan Bursa Inovasi Desa di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Bombana, Kamis (18/07/ 2019).

Direktur mencontohkan, lapangan Sakti Lodaya di  Tasikmalaya yang mampu menggerakkan dan menghadirkan kekuatan ekonomi bagi Desa. Masyarakat di sekitar lapangan tersebut terbukti  melaksanakan aktivitas ekonomi mereka, seperti berjualan dan parkir yang dikelola oleh Bumdes. 


Fachri berharap agar tahun depan sudah terbangun sistem pengelolaan dan pertukaran pengetahuan dan inovasi secara digital sehingga mudah di akses oleh pelaku pembangunan di desa, mulai dari pendokumentasian pengetahuan dan inovasi desa (capturing), penyebaran dan pertukaran pengetahuan hingga replikasi aspek inovasinya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Mayarakat Desa, Sulawesi Tenggara Tasman mengakui, dengan anggaran sebesar 12,2 M yg masuk ke Sulawesi Tenggara untuk kegiatan Inovasi Desa tersebut ternyata mampu menciptakan kompetisi positif dan kreatif dalam pengelolaan penggunaan Dana Desa. Bursa inovasi Desa diharapkan menjadi wahana pembelajaran bagi semua pihak sehingga lebih mampu meningkatkan kreatifitas dan inovasi di tengah masyarakat.

Turut hadir dalam agenda tersebut perwakilan Kemenko PMK, Rudi, perwakilan dari World bank Bambang Soetono, Bupati Bombana H. Tafdil, perwakilan dari Konsultan Nasional P3MD dan PID. Adapun pesera yang hadir terdiri dari 8 Kecamatan dan 40 Desa untuk cluster II dan Tim Pelaksana Inovasi Desa Kecamatan Rumbia, Rarowatu, Mataleo, Rarowatu Utara, Rumbia Tengah, Kep Masaloka Raya, Lantari Jaya dan Matausu. (rilis)

Kamis, 18 Juli 2019

Kadis PMD Sultra : "Program Inovasi Desa Sultra RP 12,6 M"


BOMBANA – DesaSultra. Kepala Dinas Pemberdayaaan Masyarakat Desa (DPMD) Propinsi Sulawesi Tenggara, Drs.Tasman Taewa M.Si., ketika memberikan sambutan pada BID Zona II Kabupaten Bombana dihadapan Direktur PMD Dirjen PPMD Kementerian Desa dan PDTT-RI dan Bupati Bombana H.Tafdil mengungkapkan bahwa secara keseluruhan daerah ini telah menerima anggara Rp 12,6 milyar lebih untuk Program Inovasi Desa (PID) tahun 2019.

“Dana sebesar ini tersebar pada TIK di 15 kabupaten sebesar Rp 3,9 milyar lebih, dan pada 197 kecamatan atau tim pengelola inovasi desa (TPID) sebesar 8,181 milyar lebih. Semuanya ini tentu akan dimanfaatkan secara maksimal sesuai peruntukkannya dalam program inovasi ini,” ungkapnya dihadapan ratusan hadiri, para kepala desa dari 8 kecamatan, para pendamping desa se-Kabupate Bombana, para tim pengelola inovasi desa dari 8 kecamatan pada zona II ini, 8 kepala kecamatan, serta puluhan pimpinan OPD.


Kedatangan Direktur PMD Kemendesa ini, didamping sejumlah perwakilan kementerian, dan beberapa Dirjen dalam lingkup Kementerian Desa dan PDTT, serta perwakilan dari Bank Dunia. Dan difasilitasi langsung oleh Koordinator P3MD-PID Kementerian Desa Propinsi Sulawesi Tenggara, La Ode Syahruddin Kaeba beserta dengan Konsultan Wilayah 3 Sulawesi Tenggara.

Lebih jauh Tasman Taewa mengungkapkan bahwa dalam pengelolaan dana desa secara serius ini, ada beberapa aspek yang harus menjadi perhatian utama, diantaranya adalah soal pendampingan, dan ketersediaan data yang memadai, meyakinkan, dan up to date. Semua itu harus sesuai dengan perkembangan dan kondisi desa masing-masing yang tentu berbeda karakter.

Menurutnya, dari hal tersebut, capaian utamanya adalah peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat, dimana pada pengembangan ekonomi local dan kewirausahaan, baik dalam rangka pengembangan usaha masyarakat, maupu usaha yang diprakarsai oleh badan usaha milik desa (BUMDes).


“Juga tak ketinggalan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Jadi harus ada keterkaitan dan keterikatan antara produktifitas dengan peningkatan kualitas SDM desa,” tambahnya.

Oleh karena itu, maka PID diharapkan dapat dan akan siap selalu menjawab kebutuhan-kebutuhan desa, utamanya dalam layanan tekniks yang berkualitas. “Tentu, juga merangsang munculnya inovasi dalam praktek pembangunan, dan solusi inovatif dalam menggunakan dana desa secara tepat dan seefektif mungkin,” lanjutnya. *


Senin, 15 Juli 2019

Bursa Inovasi Momen Cerdas Dorong Pembangunan Desa Partisipatif


TAPP Darmawasnyah dalam sambutan pembukaan BID Batauga-Sampulawa.
Batauga – DesaSultra. Dalam rangka mendorong peningkatan kualitas penggunaan Dana Desa di Kecamatan Sampolawa dan Batauga, Pihak Tim pengelola Inovasi Desa di dua kecamatan tersebut menggelar Bursa Inovasi Desa yang dipusatkan di Balai Pertemuan Kecamatan Sampolawa Kab. Buton Selatan, Senin (15/07/2019)

Hadir dalam acara tersebut, Sekertaris Tim Inovasi Kabupaten Buton Selatan, La Ode Risawal, Tenaga Ahli Madya bidang Infrastruktur Des Darmawansa, ST., semua Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab. Buton Selatan, camat, kades dan unsur perwakilan masyarakat dari masing masing Desa.

Ketua Panitia Pelaksana, Lamilu sebagai Ketua TPID Kecamatan Sampolawa melaporkan bahwa Pelaksanaan Acara Bursa Inovasi di 2 Kecamatan yakni Sampolawa dan Batauga dilaksnakan dengan menggunakan anggaran Yang bersumber dari Dana Bantuan Pemerintah untuk Opersional TPID melalui Satker P3MD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2019.


dalam laporanya Ketua TPID kecamatan sampolawa memaparkan bahwa tujuan pelaksanaan Bursa adalah utk menjembetani kebutuhan Desa dalam penyelesaian masalh serta menjadi alternatif kegiatan Pembangunan desa dalam penggunaan Dama desa yang lebih efektif.

Secara terpisah Camat Sampolawa, La kaili, S, Pd yang diberi mandat untik membuka acara Bursa Inovasi Desa tingkat Kecamatan Sampolawa dan Batauga menyampaikan apresiasi kepada semua undangan yang telah berperan aktif dalam pelaksanaan Bursa di dua Kecamatan.Camat yang memiliki Desa terbanyak di Kabupaten Buton Selatan itu menyatakan kesiapanya dalam mendukung upaya pemerintah dalam memaksimalkan penggunaan dana desa demi terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, untuk itu pihaknya sangat berharap agar para utusan desa dapat memilah menu bursa yang sesuai dengan kebutuhan desa masing masing.

" Sebagai pemerintah kecamatan, saya berkomien utk memberikan dukungan kepada. semua pihak dalam menyukseskan program inovasi desa di wilayah Kecamatan sampolawa,” katanya. (bang am)

Jumat, 12 Juli 2019

Kemendesa Dorong Peran LKD Peduli Sungai Citarum


Kadis PMD Kabupaten Bandung, H Tata Irawan Subandi, membuka kegiatan Penguatan LKD, didampingi Kasubdit KMD Ditjen PPMD Kemendesa Andrey Ikhsan Lubis, Kamis (11/7) di Kabupaten Bandung.

BANDUNG – DesaSultra. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) Republik Indonesia, ikut turun tangan meminimalisir pencemaran lingkungan terhadap Sungai Citarum di Provinsi Jawa Barat. Melalui penguatan dan peran aktif Lembaga Kemasyakatan Desa (LKD) yang ada di wilayah Jawa Barat, Kemendesa berharap dampak pencemaran Citarum dapat terkontrol.

Dalam mendorong peran LKD, Kemendesa menggelar pertemuan dengan LKD-LKD di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tidak hanya LKD, para kepala desa dan pendamping desa juga diundang. Pertemuan dikemas dalam bentuk “Penguatan LKD Dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan”.

LKD dan kepala desa diprioritaskan hadir. Terutama bagi desa yang terletak di daerah aliran sungai (DAS). Saat ini pencemaran Sungai Citarum telah menjadi perhatian dunia, karena pada 2007 silam masuk kategori tingkat ketercemaran tertinggi di dunia.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Bandung, H Tata Irawan Subandi mengakui bahwa keberadaan Sungai Citarum sudah menjadi identitas masyarakat Bandung. Bicara Citarum, pastinya bicara tentang Bandung dan Jawa Barat secara umum. Untuk itu, Tata Irawan mengajak seluruh pihak termasuk LKD, bersama-sama melakukan upaya mencegah pencemaran Sungai Citarum.

“Kami di daerah sudah berusaha semaksimal mungkin, bagaimana pengelolaan Citarum lebih baik. Pengelolaan yang modelnya terintegrasi. Selama ini sudah berjalan,”kata Kadis PMD Kabupaten Bandung, H Tata Irawan Subandi, saat didaulat membuka kegiatan Penguatan LKD Dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Kamis (11/7/2019).

Kadis mengungkapkan, selain pencemaran, Citarum juga memberi dampak banjir. Ada 16 kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung menjadi langganan banjir Citarum di musim penghujan. Masyarakat terdampak banjir sangat mengeluhkan kondisi ini.
“Kita mesti menerapkan gaya hidup bersahabat dengan alam. Alam jangan dirusak. Karena cepat atau lambat, dampaknya pasti ada,”ujarnya mengingatkan.

Desa-desa di Kabupaten Bandung diimbau supaya program dan kegiatan pembagunannya tidak melupakan aspek lingkungan. Apalagi saat ini, rata-rata jumlah APBDes setiap desa berkisar Rp.2 hingga Rp.3 miliar per tahun. Terutama pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan di desa masing-masing, para kades dan LKD diminta memperhatikan dengan serius.

“Sampah rumah tangga mesti dikelola. Selain pemukiman menjadi bersih, juga mendatangkan rupiah. Lingkungan tempat tinggal pun sehat. Efek domino yang positif beginilah kita rangsang di desa-desa yang berada DAS Citarum,”kata Tata Irawan didampingi Kasubdit KMD Ditjen PPMD Kemendesa Andrey Ikhsan Lubis mewakili Dirjen menghadiri pembukaan.

Pemkab Bandung, lanjut Kadis PMD, sudah mengalokasikan dana pengelolaan sampah rumah tangga warga. Nama programnya raksa desa. Melalui program ini lingkungan menjadi bersih dan sehat, Citarum juga tidak menjadi sasaran tempat pembuangan sampah rumah tangga.

Beberapa program berbasis lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam memproteksi pencemaran Citarum, juga telah dilakukan Pemkab Bandung. Seperti pembuatan septic tank (pembuangan tinja) komunal dari rumah-rumah warga, dan kegiatan penghijauan lingkungan.

“Ini semua kita lakukan agar Kabupaten Bandung bebas sampah di 2020 terwujud,”tuturnya.  
  
Di akhir sambutannya, Kadis PMD Bandung berterima kasih kepada Direktorat Jenderal PPMD Kemendesa RI, karena telah memfasilitasi kegiatan tersebut dengan jajaran LKD dan kades. Pemkab Bandung meyakini peran aktif LKD dalam mendorong pemberdayaan masyarakat di bidang lingkungan sangat berpengaruh.

Selama ini, aku kadis, LKD sebagai mitra kerja pemerintah desa dan BPD cukup berperan dalam memberi masukan dan saran dalam perencanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. 

“Semoga ke depan, masih ada lagi model kegiatan penguatan seperti ini. Kami berterima kasih kepada jajaran Ditjen PPMD Kemendesa,”tandas Tata Irawan. (rilis)

LKD Mesti Menjadi Trigger di Masyarakat


Susana saat berlangsung materi dalam kelas

BANDUNG-DesaSultra. Dua pemateri ulang dihadirkan Direktorat Jenderal PPMD Kemendesa di kegiatan “Penguatan LKD Dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan” yang dilaksanakan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/7/2019).
Kedua pemateri bergelar doktor ini sengaja didatangkan untuk sharing ilmu dan referensi dengan jajaran Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), kepala desa, dan pendamping desa sebagai peserta.

Kedua pemateri yakni Dr Agus Supriyadi Harahap M.Si dan Sutiyo M.SI.,Ph.D. Saat ini Agus maupun Sutiyo sama-sama berstatus sebagai tenaga pengajar di IPDN Jatinangor, Jawa Barat.

Agus Supriyadi Harahap dalam materinya berjudul Kelembagaan Desa, menekankan beberapa hal mendasar tentang LKD. Menurutnya, LKD terbagai dalam dua kategori. Ada LKD formal dan ada LKD non formal.

Sebagaimana yang telah diketahui secara luas oleh masyarakat, LKD formal terdiri dari RT/RW, Karang Taruna, LPM, TP-PKK. Sedangkan LKD non formal sangat banyak, seperti LKD berbasis budaya, aktivitas/rutinitas, maupun berbasis agama.

“LKD sangat strategis perannya dalam mendorong keterlibatan masyarakat dalam setiap program pembangunan dan pemberdayaan di desa. Untuk itulah, LKD mesti memberi sumbangsih yang besar sebagai mitra kerja pemdes dan BPD,”gugah Agus di hadapan peserta kegiatan.

Dulunya di desa, lanjut Agus, apalagi desa yang potensi SDA-nya pertanian dan perkebunan, ada LKD yang mengurusi pembagian air. Di sana berhimpun tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga tokoh pemuda. Pembagian air diatur ke sawah dan kebun-kebun warga desa. Sistemnya adil dan merata yang disepakati melalui musyawarah mufakat dalam penentuan jadwal giliran. Model seperti ini, sebut Agus, sangat kaya dengan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan.

“Negara kita ini memiliki budaya dan tradisi yang mengakar. Sarat dengan nilai luhur Pancasila,”papar Agus.


LKD ada di masyarakat sejak desa belum terbentuk, dan bahkan kala republik ini belum terbentuk. Terutama LKD-LKD non formal. Berangkat dari situlah sehingga dibentuk LKD formal. Dan melalui LKD, partisipasi masyarakat tumbuh dalam perencanaan pembangunan yang berbasis sosial.

Seperti salah satu tradisi di Sumatera Utara yang dikenal dengan Lubuk Larangan. Yaitu tradisi menangkap ikan ramai-ramai  (pesta) di sungai dengan memakai jaring atau jala. Pada 2012 lalu, cerita Agus, diadakan kegiatan Lubuk Larangan oleh desa setempat. Sebelum tiba hari H, ikan sudah dikembangbiakan di sungai setahun sebelumnya. Setiap masyarakat yang menjadi peserta, diminta membeli tiket Rp.50 ribu/orang.

“Pesertanya ribuan orang dan umumnya diadakan di hari libur lebaran. Ikan yang berhasil masuk jaring, dimasak bersama di dekat sungai, lalu dimakan bersama. Sebagian ikan lagi dibawa pulang ke rumah,”kenangnya.

Dari tradisi budaya ini, terkumpul dana Rp.600 juta. Dana itu kemudian dibangunkan rumah ibadah dan fasilitas umum lainnya di desa setempat. Makna dari pesta tangkap ikan, tambah Agus, bagaimana menciptakan budaya yang menjadi hiburan sekaligus membangun desa.

“Model pembangunan begini yang mesti dipertahankan di desa-desa, termasuk di Jawa Barat. Silakan LKD menjadi trigger-nya (pemicu),” sarannya. Peran LKD dapat melestarikan nilai-nilai budaya. Jika ini terjadi, gejolak-gejolak sosial di masyarakat semakin berkurang.

Hal yang tidak berbeda jauh disampaikan Sutiyo. Materi doktor satu ini berjudul Pemberdayaan Desa Berbasis Lingkungan. Kurun 5 tahun ini, atau setelah terbitnya UU Desa No.6/2014, desa telah diberi dana stimulan berupa dana desa. Ini peluang bagi desa dalam mengatur dan mengelola urusan rumah tangganya sendiri sesuai aturan yang ada.

Desa-desa, kata dia, harus mampu menggali potensinya untuk mendatangkan PAD bagi desa. Jika ini dilakukan, desa akan berkembang dan maju, masyarakatnya sejahtera.

“Pemdes ibarat telapak tangan. Dia-lah menjadi penentu arah pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Yang belum berdaya menjadi berdaya, yang masih miskin menjadi tidak miskin lagi. Dan empat prioritas penggunaan dana desa sangat tepat untuk kebutuhan masyarakat kita,”katanya.

Peran LKD menjadi sentral. LKD memainkan perannya dalam memberi usulan dan saran dalam perencanaan pembangunan dengan pelibatan masyarakat. Seperti dalam pengelolaan destinasi wisata. Mestinya, desa-desa jangan terus mengandalkan destinasi wisata  berbasis spot foto. Itu dapat bertahan hanya dalam tenmpo dua tahun, sesudah itu menjadi lesu.

“Sebaiknya mengandalkan wisata berbasis alam. Model destinasi ini akan bertahan lama. PAD desa terus mengalir,”kata Sutiyo.

Minat masyarakat era sekarang dalam berwisata, tidak lagi ke perkotaan. Mereka cenderung ke desa-desa. Berwisata di alam, dan menginapnya lebih ke home stay. Peluang ini mesti ditangkap oleh desa.

Seperti di Jepang. Dulunya ada salah satu desa yang tidak laku menjual buah melon. Padahal tanaman melonnya banyak sekali. Ini karena hanya tekstur dan baunya saja yang harum, tapi rasa melon tidak manis.

Singkat cerita, dilakukan perkawinan silang antar melon hingga beberapa kali percobaan dalam waktu yang lama. Alhasil, didapatkan varietas unggul dan rasanya sangat manis. “Kini, desa itu menjadi kaya dan sangat terkenal dengan buah melonnya. Bibitnya tak bisa dijual, kecuali buahnya. Cerita ini sangat penuh makna, bagaimana penduduk desa, pemdes, dan LKD bersusah payah melakukan perwakinan silang. Ini menjadi contoh bagi kita di Indonesia, tidak terkecuali di Jawa Barat,”.

Di Kabupaten Bandung, pemanfaatan hutan atau DAS Citarum dan anak sungai lainnya, bisa menjadi daya tarik untuk wisata. Desa-desa silakan memanfaatkan alam sebagai lokasi wisata baru. Di samping itu, desa wisata juga mesti dipadukan dengan desa digital. Karena, digital telah menjadi kebutuhan di era globalisasi sekarang.

Mendengar penjelasan dari kedua pemetari, peserta workshop sangat antusias untuk melakukan sharing. Mereka berharap penanganan pencemaran limbah Citarum lebih digencarkan lagi. Apalagi sungai ini telah menjadi ikon Jawa Barat dan khususnya bagi Bandung.

“Dulu kami masih bisa mandi-mandi di sungai. Sekarang sudah tidak lagi, karena baunya sangat tak sedap lagi. Termasuk pada perayaan 17 Agustus, sudah tidak ada lagi lomba balap perahu. Karena masyarakat tak tahan dengan bau sungai,”kata salah seorang kades dari Kabupaten Bandung.

Masyarakat sangat terbuka untuk menjaga lingkungan. Asalkan pemerintah juga memikirkan, bagaimana pola kepada pemberdayaan masyarakat dari sisi ekonomi, politik, dan sosial budaya. (rilis)

Kamis, 11 Juli 2019

BID di Tegal menjadi Pusat Inovasi Nasional

SEMARANG – DesaSultra. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah kembali menyelenggarakan kegiatan Bursa Inovasi Desa Tahun 2019. Kegiatan yang bertujuan untuk mendorong Desa-desa lebih memiliki concern  terhadap pembangunan yang inovatif tersebut juga diharapkan menjadi pusat inovasi desa secara nasional.

Demikian rilis yang disampaikan ke Media terkait kegiatan Bursa Inovasi Desa di Desa Pager Wangi, Kecamatan Bala Pulang, Kabupaten  Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Rabu, (10/07/2019).

Kegiatan tersebut  dihadiri oleh  Dirjen PPMD Taufik Madjid, mewakili Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo, Direktur PMD M. Fachri, Direktur Sarpras H. Muklis, Asisten Daerah I Kabupaten Tegal, didampingi Direktur PMD Bapak M. Fachri, Direktur Sarpras H. Muklis dan Asda I Kab Tegal, Kadis PMD Provinsi Jawa Tengah serta Pendamping Desa di seluruh Kabupaten Tegal.

Menurut Dirjen PPMD Taufik Madjid, Bursa Inovasi Desa di Kabupaten Tegal yang dilaksanakan di 16 (Enam Belas) Kecamatan dalam satu cluster (Slawi dan Lebaksiu) ini dinilai memiliki makna strategis. Disamping membidik tiga isu besar, yakni Infrastruktur,
Kewirausahaan dan
Sumber Daya Manusia (SDM), juga diharapkan menjadi Trigger bagi upaya mendorong daya kreasi dan inovasi bagi para pemangku kepentingan Desa yang didukung oleh BPD dan unsur lainnya, sehingga Dana Desa dapat dimanfaatkan secara inovatif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.

"Dengan keterlibatan para pihak, baik Tim Inovasi Kegiatan (TIK), Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID), Tim Pendamping Desa, OPD terkait dan LSM, maka kegiatan ini lebih efektif", katanya.

Taufik juga berharap  kegiatan Bursa Inovasi Desa (BID) di Kabupaten Tegal ini menjadi momentum penting bagi desa untuk dapat  mewujudkan replikasi kegiatan serupa, baik dalam perencanaan dan penganggaran Desa yang inovatif yang nantinya  menjadi pusat pembelajaran inovasi  nasional.

Taufik juga menyampaikan tentang pentingnya memiliki sikap cermat dan jeli dalam melihat potensi Desa. Dari potensi Desa tersebut, lanjutnya  perlu dilakukan langkah kreatif dan inovatif sehingga  memiliki nilai ekonomi  produktif bagi masyarakat.

"Dana Desa hendaknya mampu kita manfaatkan untuk menjadi daya ungkit peningkatan ekonomi masyarakat. Semua stakehokder, termsuk pemuda hendaknya kembali ke Desa, membangun Desa sehingga desa memiliki  daya tarik tersendiri", tandasnya.

Sementara itu, Asisten Daerah I Kabupaten Tegal, Dadang Darusman, atas nama Bupati mengatakan, dana desa sangat bermanfaat bagi masyarakat Tegal. Dana Desa yang mencapai 1,12 T yang telah masuk di kab Tegal terbukti dapat  menekan tingkat kemiskinan dan mempu menempatkan Kabupaten Tegal menjadi posisi 10 besar di jawa Tengah.

"Inovasi Desa mampu menumbuhkan  kolaborasi antar pihak sehingga diharapkan bisa semakin  memajukan Desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tegal", tandasnya. (rilis/ar/pnji)

Selasa, 09 Juli 2019

Rancangan Permendes Prioritas DD Tahun 2020 Dikebut


Pembahasan Rancangan Permendes Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 di Jakarta, Senin (8/7/2019).

JAKARTA – DesaSultra. Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD) Kemendesa PDTT-RI, menargetkan pembahasan rancangan Permendes tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 segera rampung. Bulan ini sudah harus selesai di meja intern Kemendesa, setelah itu dikirim ke Kemenkumham RI untuk diharmonisasi.

“Targetnya, Juli ini mesti kelar. Sebab tahapan proses perencanaan pembangunan di desa segera berjalan,”harap Dirjen PPMD Taufik Madjid S.Sos., M.Si saat membuka Workshop Konsinyasi dan Finalisasi Rancangan Permendes tentang Prioritas Penggunaan DD Tahun 2020, Senin (8/7/2019) di Jakarta.


Worskhop kali ini kembali melibatkan lintas kementerian/lembaga terkait. Seperti Kemenko PMK, Kemendagri, Kemenkumham, Kemenkeu dan kementerian/lembaga lainnya. Sebelumnya, sudah dua kali digelar kegiatan serupa. Worskhop berlangsung selama tiga hari ke depan.

Dari workshop ini diharapkan, titipan program dan kegiatan kementerian/lembaga terkait bisa terakomodir dalam draft Permendes, yang kemudian diprogramkan desa dengan sumber pembiayaan dari Dana Desa.

Di hadapan peserta workshop, Dirjen PPMD mengatakan bahwa arah Dana Desa Tahun 2020 lebih fokus pada dua hal. Yakni, peningkatan SDM dan pemberdayaan ekonomi desa. Sebab, selama lima tahun terakhir, pembangunan infrastruktur di desa sudah sangat memadai dibiayai Dana Desa. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo.

“Besar harapan Presiden, daya ungkit ekonomi desa sesuai dengan harapan. Dana Desa jangan diecer-ecer diberi kepada desa, sehingga dampaknya signifikan terhadap pembangunan ekonomi desa,”kata Taufik mengutip harapan Presiden Joko Widodo.


Pelibatan kementerian dan lembaga terkait dalam membahas rancangan Permendes Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, menurut Dirjen, sengaja dilakukan. Meski Permendes merupakan produk intern Kemendesa, pelibatan pihak lain juga tak kalah urgen. Sebab, aspek pembangunan di desa juga terkait dengan sejumlah kementerian/lembaga lainnya.

“Pelibatan model begini akan terus kami lakukan ke depan, bilamana rancangan Pemendes Prioritas Dana Desa mulai dibahas,”komitmen Taufik.

Apalagi dalam penanganan kemiskinan di desa, lanjut Taufik, mesti dilakukan secara masif oleh kementerian/lembaga. Supaya persentase kemiskinan di desa terus menurun. Semakin banyak kementerian/lembaga yang terlibat dengan berbagai macam program, percepatan penurunan kemiskinan semakin cepat.

“Angka kemiskinan kita di posisi satu digit. Secara nasional, sebanyak 1,2 juta terjadi penurunan angka kemiskinan. Salah satu yang memberi kontribusi keberadaan Dana Desa. Pencapaian ini ditingkatkan lagi, khususnya penurunan kemiskinan di desa,”tutur Taufik mengingatkan.

Kemendesa, tambahnya, terus melakukan berbagai upaya dalam menyeleraskan pembangunan dan pemberdayaan desa dengan kementerian/lembaga lainnya. Seperti dengan Kementerian Naker, Kemenkes, BNN, BPOM dan lainnya. Hal itu dilakukan demi pelibatan pihak-pihak terkait dalam membangun desa dan memberdayakan masyarakatnya.


Sebelum mengakhiri sambutan, Taufik mengingatkan agar implementasi Permendes Prioritas Penggunaan Dana Desa sangat penting dikawal sampai di desa. Desa-desa yang mememdomani Permendes sudah saatnya diberikan reward. Sebaliknya, desa yang tidak melaksanakan Permendes ini juga harus diberikan punishment (sanksi). Yang paling efektif sanksinya apa dan bagaimana.

“Sebaiknya, Kementerian Keuangan yang memikirkan sanksinya. Ini lebih mujarab,”kata Taufik didampingi Direktur PMD M Fachri.

Pada kesempatan itu juga, Dirjen PPMD menyatakan pihaknya siap membuka ruang diskusi dan penyelarasan aturan dengan kementerian terkait, dalam hal Dana Desa. Ini penting sehingga di desa tidak ada kegamangan lagi dalam implementasi regulasi.

“Kami siap melakukan penyelarasan aturan, demi pengelolaan keuangan desa dan pembangunan desa yang lebih baik,”tandas Dirjen. (icham)

Selasa, 02 Juli 2019

Prioritaskan Peningkatan SDM dan Penanggulangan Kemiskinan


Suasana rapat di Jakarta dipimpin langsung Direktur PMD M.Fachri, Selasa (2/7/2019). 

JAKARTA – DesaSultra. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kemendesa PDTT-RI, M. Fachri S.STP,. M.Si membuka sekaligus memimpin rapat lanjutan Penyusunan Permendes Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, Selasa pagi (2/7/2019) di Jakarta. Turut mendampingi Kasubdit PPP Dit. PMD Frendly P. Sihotang.

Rapat dihadiri seluruh perwakilan kementerian dan lembaga yang bersinggungan dengan Dana Desa, termasuk pihak dari Kemenkumham juga turut hadir.


Rapat pagi itu, membahas dan meminta usulan/masukan dari berbagai pihak sehubungan dengan penyusunan Permendes Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Setelah rancangan Pemendes selesai disusun, akan dibawa ke Kemenkumkham RI untuk diharmonisasi sesuai dengan norma dan aturan sesuai dengan kewenangan desa.

“Terbitnya Permendes ini diupayakan sesuai target. Terlebih lagi pada Bulan Juli ini, siklus perencanaan desa sudah berjalan untuk merumuskan arah kebijakan pembangunan desa tahun 2020,”kata Direktur PMD.

Kebijakan Dana Desa periode 2020-2024, lanjut Direktur PMD, lebih diarahkan kepada peningkatan sumber daya manusia, sesuai dengan arahan dari Presiden RI Ir H Joko Widodo.

Agresifitas kementerian/lembaga lainnya, ujar Fachri, sangat penting untuk mempercepat perumusan Permendes Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

“Bagaimana advokasi dan penyadaran internal kita terhadap desa agar isu ini menjadi bagian yang penting, juga tak kalah penting,”kata Fachri mengingatkan seluruh pihak yang hadir.

Tak lupa juga disampaikan Direktur PMD, kalau sudah masuk ke Permendes Prioritas 2020, tinggal bagaimana caranya (KL/lembaga) bisa mengawal informasi ini hingga di daerah. Karena pihak daerah akan melakukan asistensi teknis terhadap pentingnya usulan/isu ini.

“Kita memiliki pendamping desa di seluruh Indonesia. Begitu juga kementerian lain seperti penyuluh Kementan, PKH di Kemensos dan sebagainya. Mari kita berintegrasi agar semua proses ini berjalan bersama sesuai harapan kita semua untuk Indonesia dan desa yang maju dan mandiri,”ajak Fachri kepada KL/Lembaga lainnya.

Hal lain yang juga penting adalah, sambung Fachri, indikator kemiskinan di desa masih banyak ternyata belum masuk menjadi program prioritas desa. Masih banyak desa yang belum menganggarkan program berbasis kemiskinan untuk dibiayai dalam APBDes-nya.


Dan dalam Permendes Prioritas 2020 ini, menjadi acuan bagi pusat hingga daerah, pemdes, pendamping desa, dan masyarakat, untuk menjadi guidance bagi desa dan masyarakat dalam Musdes untuk menentukan arah pembangunan desanya.

“Kebetulan pertemuan ini dihadiri oleh semua kementerian dan lembaga terkait, termasuk dari Kemenkumham. Inilah yang menjadi harapan kami dari Kemendesa,”tandas Fachri. (icham)

MENU UTAMA

Koptan Rumput Laut Buton Tengah Deklarasikan Gus Imin Presiden 2024

LAKUDO – SC. Sebanyak 36 orang anggota Kelompok Tani Rumput Laut Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara me...