JAKARTA - DesaSultra. Pelaksanaan Bursa Inovasi Desa (BID) sebagai bagian kegiatan program inovasi desa (PID) sudah terlaksana dua kali yaitu pada tahun 2017 dan 2018. Sebagaimana tujuan BID, yaitu sebagai ruang berbagi pengetahuan antardesa yang defisit prakarsa program yang inovatif dengan desa yang surplus, atau minimal memiliki pengalaman melaksanakan program pembangunan desa yang memiliki nilai inovatif, seperti memiliki keunikan, kebaruan dan distingsi, dan bermanfaat karena menjawab permasalahan masyarakat.
Melalui BID tersebut, diharapkan antardesa bisa saling belajar sehingga saling terinspirasi dan terdorong untuk mereplikasi program-program inovasi pada tahun anggaran tertentu, sehingga di kemudian hari akan melipat ganda jumlah desa yang mengelola Dana Desanya secara efektif karena adanya inovasi sebagai arusutama pembangunan desa.
Ditinjau secara satistik deskriptif, tujuan BID sebenarnya telah menjangkau capain tujuannya. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji petik KNPID atas pelaksanaan BID dan potensinya terhadap replikasi inovasi desa. Pada tahun 2017 sebanyak 236 kabupaten yang melaksanakan BID. Kegiatan tersebut mampu memobilisasi 32.781 desa dan 98.343 orang perwakilan desa berpartisipasi di dalamnya.
Hasil pemetaan rencana replikasi program inovasi desa pasca BID 2017 diketahui sebanyak 10.943 desa mereplikasi program di bidang infrastruktur, 8.819 desa mereplikasi program di bidang kewirausahaan dan ekonomi dan 3.837 desa mereplikasi bidang pembangunan sumber daya manusia. Dikercutkan lagi berdasarkan kemampuan PID dalam mendukung program prioritas Menteri Desa yaitu sarana olah raga desa, embung desa, teridentifikasi ada 38,55%, bidang kewirausahaan ekonomi lokal (BUMDesa, Prukades dan Desa Wisata) sebanyak 32,53% dan 28,92% mereplikasi program bidang SDM, seperti pengembangan PAUD, Posyandu dan pengurangan stunting.
Per 5 Oktober 2018, telah ada 226 kabupaten yang melaksanakan BID. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. BID tahun 2018 kali ini juga secara substansi dapat dikatakan berhasil karena desa-desa yang terlibat semakin banyak dan tidak sedikit yang menyatakan komitmennya untuk mereplikasi program-program pembangunan desa yang inovatif. Terhitung ada 13.365 desa hadir dalam perhelatan tersebut. 13.167 laki-laki dan 8.361 perempuan perwakilan desa hadir.
Bila pada tahun perencanaan 2018 apa yang mereka komitmenkan masuk ke dalam dokumen perencanaan pembangunan desa, maka tahun 2019 akan ada 8.900 unit program/kegiatan. Hasil identifikasi tim KNPID dari hampir 9000-an rencana replikasi tersebut, 3.114 replikasi program infrastruktur, 2.899 bidang pengembangan SDM, dan 2.887 bidang pengembangan ekonomi lokal. Dari BID 2018 kali ini juga terpetakan 3.060 ide program inovatif yang telah tumbuh, dengan rincian 765 bidang infrastruktur, 927 bidang pengembangan SDM dan 1.368 bidang kewirausahaan ekonomi lokal.
Terbangun Jejaring Pengetahuan
Bahan atau menu utama pelaksanaan BID sebagai dasar sharing pengetahuan inovasi desa adalah dokumen pembelajaran inovasi desa. Perlu disampaikan di sini, menu pembelajaran inovasi desa adalah berasal dari praktik-praktik inovasi yang telah tumbuh dan berbuahkan manfaat. Kemudian dicapture oleh TPID dan diverifikasi hingga menjadi bahan pembelajaran yang layak oleh KNPID. Bahan pembelajaran dikemas dalam bentuk dokumen tertulis dan video.
Selain menampilkan sisi-sisi noveltik dari suatu inisiasi program pembangunan, dalam dokumen pembelajaran inovasi desa juga dilampirkan kontak person dari desa, sehingga memungkinkan bagi siapapun yang tertarik dan ingin mendalami secara lebih seksama atas inovasi desa yang bersangkutan, dapat mengontak langsung, tanpa melalui perantara TIK maupun KNPID sendiri.
Melalui TIK yang dibantu oleh para pendamping desa dan Tenaga Ahli di setiap kabupaten penyelenggara BID, menu-menu bursa dipasarkan, hingga terjadi proses konsultasi dan pada akhirnya tertarik, lalu desa-desa peserta BID berkomitmen melembagakan menjadi program prioritas pembangunan desa. Tentu dalam proses pelembagaan tersebut, akan disampaikan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan.
Meski masih sedikit yang menyorot pengaruh BID terhadap menguatnya sharing pembelajaran inovasi antardesa, tentu kita tidak serta merta langsung memvonis bahwa BID tidak bekerja efektif membangun pembangunan desa. Sebagai jembatan berbagi pengetahuan tentu tidak bisa kita kuantifikasi, apalagi dikasatmatakan bahwa BID menghasilkan output yang secara empiris dapat dipersepsikan melalui indra kita. Karena jejaring pembelajaran inovasi yang terbangun karena BID pada dasarnya bersifat tacit.
Meski bersifat tacit, pengalaman atas dampak BID terhadap menguatnya linkage of knowledge dapat diceritakan di sini. Semoga dengan cerita pengalaman berikut, dapat mengisi celah kesanksian kita pada kemampuan Program Inovasi Desa menyebarluaskan praktik inovatif pembangunan desa hingga merajut jejaring pengetahuan antardesa.
Jambi dan Kepulauan Talaud Belajar kepada Papua
Oktober dan September lalu adalah bulan di mana banyak kabupaten melaksanakan BID. Khususnya bagi kabupaten-kabupaten di Jambi dan Sulawesi Utara. Ternyata kegiatan kopi darat sharing pengetahuan yang disebut BID di daerah tersebut menyisakan cerita menarik karena membawa makna tersendiri bagi desa-desa di Jambi dan Kabupaten Kepulauan Talaud .
Seorang pendamping desa, Sumarno, yang berasal dari Kampung Udapi Hilir di Kecamatan atau Distrik Pravi Kabupaten Manokwari, sekaligus karena posisinya sebagai warga kampung yang aktif juga sebagai inisiator berdirinya BUMDesa “Bangun Asanyar” mengaku kaget ketika seseorang dari beberapa daerah, dua diantaranya berasal dari Jambi (085289309846) dan Kepulauan Talaud (Wilson Sanger 082188971169) menelponya karena tertarik dengan menu bursa dari Manokwari dengan judul “Perencanaan Bisnis untuk Merintis Pabrik Tepung Tapioka”.
Dirinya kaget karena tidak menyangka bila masuknya pendirian BUMDesa di desanya masuk kategori inovasi sehingga terpajang sebagai salah satu menu pembelajarn inovasi desa. Sekaligus juga kaget, karena ada daerah yang tertarik untuk mereplikasinya, sehingga tertarik untuk mendalaminya langsung kepada pelaku atau inisiator pendirian BUMDesa tersebut. Menurut Marno, sang penelpon mengaku tertarik dan ingin mengembangkan unit usaha yang sama, yakni pengolahan singkong menjadi tepung tapioka setelah mengikuti BID di kabupaten dan menemukan inovasi dari Kampung Udapi Hilir tersebut.
Yang ditanyakan oleh sang penelpon kepada Marno sebenarnya tak jauh dari narasi pembelajaran sebagaimana ditulis dalam dokumen pembelajaran inovasi desa, tapi yang menarik baginya adalah permintaan dari yang bersangkutan untuk diajari untuk membuat perencanaan bisnis atau proposal business plan. Bahkan sang penelpon, khususnya yang dai Kepulauan Talaud telah menyampaikan inisiatif kepada pemerintah kabupaten hingga pemerintah provinsi untuk bisa mendatangkan tim BUMDesa dan Pemerintah Kampung Udapi Hilir ke Kepulauan Talaud agar bisa diajari secara langsung dalam hal pengembangan usaha berbasis potensi desa yaitu singkong. Karena baik di Jambi maupun Kepulauan Talaud, singkong banyak ditanam masyarakat tapi belum dipotimalkan hingga memberikan nilai tambh yang besar bagi masyarakat.
Hasil perbincangan daring tersebut, oleh Marno disampaikan kepada pengurus dan pemerintah kampungnya. Seperti halnya Marno, kabar tersebut tentu mengagetkan sekaligus membawa kebanggaan tersendiri bagi mereka. Karena kerja kerasnya secara tidak langsung mendapat pengakuan dari publik, bahkan menjadi percontohan. Bilamana suatu saat positif diminta dan difasilitasi bisa berbagi pembelajaran mengembangkan BUMDesa Pabrik pengolahan tepung tapioka dari singkong, menurut Marno, pengurus BUMDesa setempat siap-siap saja.
Pengalaman komunikatif antara desa di Manokwari dengan desa-desa di Jambi dan Sulawesi Utara tersebut kiranya dapat menjadi penegas bahwa saat ini, atau dengan adanya BID, pertama, telah menumbuhkan gerakan literasi desa, yaitu gerakan untuk saling berbagi informasi pengalaman melaksanakan program pembangunan desa yang inovatif. Kedua, BID telah membantu desa melihat atas kemajuan dirinya karena terkoreksi oleh kemajuan desa lainnya, sehingga dari sinilah muncul kesadaran baru arti pentingnya membangun jejaring pengetahuan antardesa. Ketiga, dokumentasi pembelajaran inovasi desa telah menjaga pengalaman inovasi desa yang telah tumbuh dari menguapnya pengetahuan lokal karena keacuhan masyarakat. Dengan dokumentasi ini antargenerasi desa dapat belajar tentang masa lalu dan menerawang masa depan mereka. [borni]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar