Direktur PMD Kemendes M.Fachri, Kadis PMD Sultra Tasman Taewa dan Bupati Bombana H.Tafdil
JAKARTA – DesaSultra. 2017 lalu Sutoro Eko terlibat dalam tim task force yang membidani lahirnya Program Inovasi Desa (PID). Untuk kali pertama, sebagaimana dilansir dari lama Facebooknya, ia berkesempatan hadir dalam agenda Bursa Inovasi Desa yaitu di Kabupaten Pasangkayu Sulawesi Barat. Dari laman facebooknya, ia menyampaikan rasa salutnya atas testimoni Kepala Desa Parabu, karena kemampuannya membangun desa yang melampaui inovasi. Artinya, di Desa, pengelolaan inovasi di Pasangkayu cukup paripurna.
Ditemui saat di Jakarta, kepada tim KNPID, Sutoro Eko bercerita Desa Pasangkayu adalah desa yang sebagian besar pendudukanya berasal dari Bali. Seperti halnya desa-desa di Bali, Pasangkayu memiliki ciri di mana kelembagaan desanya mencirikan struktur desa asli, misalnya ada lembaga subak, bedande yang mengurusi adat, banjar, pura dan lain sebagainya. Dalam hal pembangunannya selalu mengintegrasikan semua unit kelembagaan yang ada sehingga memiliki pandangan dan tindakan yang mengarah pada satu tujuan.
Orang Bali selalu membangun desa dengan cara dan pendekatan sistem. Antarunit di desa punya otonomi tapi saling berintegrasi, tambah Sutoro Eko yang tak lama lagi akan dilantik sebagai Rektor ATPMD “APMD” Yogyakarta. Intinya, masing-masing organ memiliki otonomi tapi saling terikat dalam sistem desa, jadi kekuasaan tidak terpusat di tangan kades semata, semua punya peran sesuai dengan kewenangannya, imbuhnya.
Saat dimintai masukan terkait dengan pengembangan PID, Sutoro mengajukan gagasan arti pentingnya pendekatan “sistem” dalam pembangunan desa. Pendekatan sistem, menurutnya “berfikir dari hulu ke hilir”. Yang namanya berfikir sistem pemerintahan desa adalah pekerjaan yang tidak akan pernah habis. Di sinilah mungkin ini, menurutnya mandat pekerjaan P3MD. Sayangnya, PID saat ini belum mengembangkan pendekatan ini. PID masih sekadar capture, atau dalam bahasanya memotret. Pendekatan inovasi saat ini sifatnya totok darah, di mana aliran darah yang ngadat nanti di situ yang ditotok. Padahal lebih baik sistemnya dulu yang ditata, tidak ditotok pada bagian-bagian tertentu saja.
Inovasi Desa sendiri menurut Sutoro yaitu mengakselerasi desa yang sudah maju tapi pendekatannya sistemik. Desa yang lemah itu diafirmasi yaitu yang kepala desanya tidur, gak punya kantor desa, pemerintahanya tidak jalan. Pendekatan sistem juga setara dengan pendekatan institusionalisasi. Pendekatannya institusionalisasi bukan sekadar capture. Dalam pandangannya, institusionalisasi sistem berdesa harus dibenahi dulu, menyangkut kewenangannya, tata pemerintahannya, sampai dengan penganggarannya. Desa satu sama lain berbeda-beda. Karenanya seribu desa seribu cerita.
Afirmasi ini, sekali lagi menurut penulis buku Negara Lama Desa Baru ini sebenarnya perintah UU Desa. Selama ini desa di Indonesia ganti kepala desa, diikuti ganti perangkat. Dampaknya sangat buruk. Seharusnya tidak seperti itu. Karena itu rekrutmen perangkatnya perlu diperbaiki. Rute atau caranya, pertama, mengoptimalkan hak. Sejelek apapun, regulasi di kabupaten diberesi dulu, syukur Perda dan Perbupnya lebih baik yaitu mengoptimalkan hak dan kewenangan desa. Prinsipnya yang namanya hukum adalah mengatur hak dan kewajiban. Hak dimaksimalkan, tapi disertai pula larangan agar tidak merugikan orang lain.
Kedua yaitu kewajiban. Seharusnya orang menggunakan hak itu disertai prosedur yang minimal. Kalau maksimal, akhirnya lebih banyak kewajibannya. Yang penting begini, imbuhnya, dalam bidang ekonomi, setiap orang punya hak untuk berusaha mendirikan usaha. Tetapi ada larangannya, anda tidak boleh merugikan lingkungan, anda tidak boleh merugikan lingkungan sosial, lalu dibuat prosedur. Selama ini yang namanya prosedur ya kewajiban. Kewajibannya kadang mengerikan. Misalnya desa mau buat air kemasan, tapi ditubruki dengan banyak kewajiban prosedur ini itu. Prosedurnya harus begini begitu, akhirnya inisiatif tersebut tidak jalan.
Makanya tugas utama kementerian adalah melaksanakan pembinaan dan pengawasan, tidak harus melaksanakan program. Tujuannya adalah menanam sistem. Misalnya Subdit Perencanaan ya menananmkan sistem. Jadi lebih baik berfikir sistem daripada bicara program. Memang di dalam berfikir sistem juga ada program. Dari sini kita bisa dapatkan peta kondisi desa.
Desa ibarat meja. Di atas meja ada macam-macam barang, ada makanan, minuman, komputer, kertas dan lain sebagainya. Meja itu tempat orang bekerja, tempat orang bermusyawarah. Karenanya ketika bicara meja ya kita bicara soal mejanya, barang di atasnya dan orang-orang yang memanfaakannya. Ini bicara sistem, tandasnya. Jangan hanya bicara soal minumannya. Kalau inovasi ini masih hanya bicara minumanya saja, tidak bicara sistemnya, maka inovasi desa pada dasarnya hanya menotok aliran darah di titik tertentu karena penyumbatan.(Borni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar