Suasana Rakor hari kedua. Pemateri dari Kemenkeu RI dan
Kemendagri RI.
JAKARTA- DesaSultra. Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Ketahanan
Masyarakat dalam Pembangunan Desa yang dilaksanakan Kementerian Desa PDTT-RI di
Hotel Grand Kemang, Jakarta, menghadirkan narasumber dari dua kementerian pada
hari kedua Rakor, Kamis (20/6/2019).
Pemateri dari Kemendagri RI diwakili M. Rahayuningsih
selaku KSD Pendapatan dan Transfer Dana Desa, sedangkan Kresnadi Prabowo Mukti
SE,.MM sebagai Kasubdit Dana Desa Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY,
mewakili DJPK Kemenkeu RI.
Dalam paparannya, M Rahayuningsih dari Kemendagri
mengakui bahwa dalam pengelolaan
keuangan desa, pemerintah desa tidak hanya fokus mengelola Dana Desa saja,
tetapi lebih mengelola secara menyeluruh yakni APBDes. Saat ini, keuangan desa berasal
dari 7 sumber.
Untuk pengelolaan keuangan desa (mulai perencanaan sampai
pertanggung jawaban) diatur dalam Permendagri No.20 Tahun 2018. Sebelumnya,
pengelolaan keuangan desa diatur dalam Permendagri No.113 Tahun 2014.
“Perbedaan Permendagri 113 dengan Permendagri 20,
terletak pada permasalahan pengelolaan keuangan pada area risiko implementasi
keuangan desa. Sehingga kita mampu melakukan evaluasi secara mandiri, untuk
melihat tingkat masalah Dana Desa maupun sumber keuangan desa lainnya
masing-masing desa di Indonesia,”kata Yayuk- sapaan karib M Rahayuningsih, di
hadapan peserta Rakor yang dihadiri Kadis PMD Provinsi dan PMD Kabupaten/Kota
se-Indonesia.
Yayuk bahkan mengakui, area risiko pengelolaan keuangan
desa terletak pada tidak konsistennya antara RPJMDes – RKPDes - sampai APBDes.
Kenapa sampai tidak konsisten, ini dipengaruhi tingkat partisipasi masyarakat
yang masih rendah dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan pembangunan
di desa. Mestinya, partisipasi masyarakat dari tahun ke tahun semakin tinggi.
Di lapangan, berbagai macam alasan dikemukakan desa ketika ditanya tidak
konsistennya RPJMDes hingga APBDes.
“Yang juga ikut memengaruhi kendala pengelolaan keuangan
desa, yakni, munculnya hubungan interkoneksi Pemdes dengan BPD. Kedua lembaga
ini masih kurang harmonis. Akibatnya banyak APBDes terlambat disahkan,” papar
Yayuk yang diberi waktu 20 menit memaparkan materinya.
Bahkan evaluasi APBDes, pengawasan APBDes, pengangkatan
dan pemberhentian aparatur desa hingga
pilkades, ikut menjadi terganggu akibat kurang harmonis hubungan Pemdes dan
BPD. “Sedangkan pihak kecamatan seringkali tidak berhasil menyelesaikan
ketidaharmonisan itu,”prihatin perempuan berjilbab ini.
Dikatakan, kepala desa dan perangkat desa, masih perlu
ditingkatkan kapasitasnya dalam mengelola keuangan desa. Apalagi kurun 5 tahun
terakhir, setelah desa menerima Dana Desa. Pihak pemeriksa masih banyak
menemukan pelanggaran pada belanja barang dan jasa. Seperti tidak mematuhi
standar biaya umum, dimana harga barang dan jasa melebihi perencanaan anggaran.
“Prinsip swakelola pengadaan barang dan jasa, acapkali
dilewatkan oleh pemerintah desa. Justru masih banyak desa yang
mempihakketigakan. Yang lebih mirisnya lagi, desa juga lalai membayar
pajak,”ungkap Yayuk.
Kades masih ditemukan menggunakan kewenangan secara
berlebihan. Seperti pada penggunaan Dana Desa, ada kegiatan yang dianggarkan
tapi di lapangan ditemukan kurang sesuai. “Secara menyeluruh, administrasi
pembukuan desa mengenyampingkan pembukuan. Pengeluaran tidak diikuti dengan
pencatatan saat mengeluarkan uang, khususnya uang dari kas Dana Desa. Sehingga
pertanggung jawaban tidak sesuai, pencatatan pun tidak tertib,”ujarnya.
Ke depan, sanksi terhadap desa dan kepala desa yang tidak
melakukan pelaporan/pertanggung jawaban akhir tahun anggaran atau akhir masa
jabatan, harus diatur. Ini dilakukan oleh kepala daerah melalui camat.
Sanksinya diatur dalam Perda yang mengacu pada Permendagri.
“Sanksinya harus tegas. Terutama yang berkaitan dengan
ketidaktepatan sasaran dan output program dan kegiatan,”tandas Yayuk.
Sedangkan narasumber dari Kemenkeu RI, Kresnadi Prabowo
Mukti mengungkapkan, uang belanja negara kurun 5 tahun terakhir sebesar
Rp.1.600 Triliun (KL dan Non KL). Jumlah itu sebanyak Rp.800 Triliun menjadi
transfer ke daerah, dimana Rp.70 Triliun di antaranya Dana Desa. Sampai Tahun
2019, Dana Desa yang telah disalurkan dari APBN sebesar Rp.257 Triliun.
Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di tingkat desa,
lanjut Kresnadi, harus ada kebutuhan perencanaan anggaran yang baik. Terutama
kegiatan infrastruktur, diharapkan sesuai target waktu pekerjaan berdasarkan
juknis dan juklak.
Untuk Dana Desa (by law) kata dia, berbeda dengan konsep
PNPM. Dana Desa tidak bisa dipastikan secara akurat dalam penggunaan.
Penggunaannya dapat dilihat setelah adanya musyawarah desa dalam penyusunan
kegiatan yang akan dibiayai.
Sementara keberhasilan Dana Desa, ujarnya, dapat dilihat
dari masing-masing desa penerima. Apakah nominal Dana Desa setiap tahun yang
diterima justru bertambah atau berkurang. Kalau justru terus bertambah, berarti
desa tersebut belum ada kemajuan dan perkembangan.
“Pembagian besaran DD kan sudah jelas. Bukan justru Dana
Desa yang bertambah menunjukkan kemajuan dan perkembangan desa
tersebut,”katanya.
Disinggung soal keterlambatan pencairan Dana Desa,
menurut Kresnadi, itu lebih karena penggunaan kewenangan yang diluar otoritas
Dinas Keuangan dan Pendapatan Daerah. Sisa Dana Desa di RKUDes tidak kunjung
memenuhi syarat sampai batas waktu pelaporan. Akibatnya tidak bisa dicairkan.
Masih kata Kresnadi, Dana Desa sejak 2018 lalu, telah
diperkenalkan sebuah sistem alokasi afirmasi 3% dari pagu, atau Rp.1,8 Miliar
dibagi secara proporsional kepada desa tertinggal dan desa sangat tertinggal,
dengan junlah penduduk miskin tinggi. Dana Desa TA 2018 sebesar Rp.60 Miliar
didistribusi kepada 74.957 desa.
“Peningkatan Dana Desa tahun 2019, dari Rp.60 Triliun
menjadi Rp.70 Triliun, digunakan untuk percepatan pengentasan kemiskinan,
melanjutkan skema padat karya tunai, meningkatkan porsi penggunaan untuk
pemberdayaan masyarakat, dan penguatan kapsitas SDM Desa dan Tenaga Pendamping
Desa. Tahun ini, setiap desa mendapatkan rata-rata Rp.934 Juta dari Rp.800 Juta
tahun 2018 lalu,”jelas Kresnadi. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar