ProFiles

ProFiles

Rabu, 24 Januari 2018

KEBUN PERCONTOHAN GEMA DESANTARA

ASWAN 
Kontributor Gema Desantara



Ketua Umum Dewan Konsilidasi Nasional (DKN) Gema Desantara, Jaelani Saefuilaihi menghunjugi lahan untuk di jadikan percontohan pertanian alami yang di pelopori oleh Gerakan muda desa Desantara, di Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Jaelani juga mengatakan bahwa jika kebun percontohan pertanian alami ini berhasil, utamanya soal produksi dengan sistem tanam pertanian alami, maka pihaknya akan melakukan kerja sama dengan beberapa kepala desa, ataupun kerjasama antaradesa-desa tetangga.
 
"Ya, salah satu tujuannya untuk memperkenalkan cara-cara bertani secara Alami," ungkap Jaelani.

Harapan lain bahwa kader-kader atau pemuda petani yang telah dilatih sistem pertanian alami yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Sulawesi Tenggara dengan empat lokasi percontohan dan lokasi pelatihan, akan menjadi pelopor pertanian alam di Indonesia.

"Gema Desantara telah menyediakan dirinya sebagai motivator, pelatih, penyedia modul pertanian alami, dan menjadi alat gerakan bersama untuk tumbuh dan berkembangan sistem pertanian alam di seluruh pelosok bumi nusantara," tegasnya.(*)

PETANI RAUP UNTUNG DARI KELOLA NILAM

Dedi Supriadi, SH., MH.
TAPM-TTG KONUT 



Desa Waworaha adalah sebuah desa yang berada dikecamatan Lasolo kabupaten Konawe Utara yang memilik sumber daya alam yang melimpah, salah satunya adalah banyaknya tanaman nilam yang selama ini tidak termanfaatkan dengan baik bahkan terkesan sebagai tanaman penganggu (gulma) bagi tamanan pokok.

Tanaman Nilam atau biasa disebut Pogostemon Cablin Benth  merupakan tubuhan daerah trofik. Tanaman ini termaksud family Labiatae dan merupakan tanaman semak dengan ketinggian sekitar 0,3-1,3 meter.

Kesadaran masyarakat serta kejelian Tenaga Pendamping Profesional dan Pemerintah Desa dalam melihat potensi tersebut menganggarkan Kegiatan TTG Penyulingan Minyak Nilam dalam APBDes 2017 sehingga Penyulingan Minyak Nilam dapat dikembangkan sebagai salah satu usaha potensial bagi masyarakat desa Waworaha.

Usaha Penyulingan Minyak Nilam yang dilakukan masyarakat adalah suatu proses perubahan minyak terikat di dalam Perenchym cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap kemudian di dinginkan sehingga berubah kembali menjadi zat cair yaitu Minyak Nilam.

Masa panen nilam terjadi pada usia tanaman mencapai umur 7-9 bulan dengan ciri bagian bawahnya mulai menguning, dan akan berulang pada 3-4 bulan selanjutnya. Usian maksimal tanaman nilam adalah 3 tahun, diusia tersebut tanaman nilam perlu diremajakan kembali. Setelah dipanen tanaman nilam akan dijemur hingga layu dan dianginkan selama 3 - 4 hari sampai benar-benar kering dan barulah bisa disuling.

Dalam prakteknya ada 3 (Tiga) cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan minyak nilam  : 1. di Rebus, 2. di Kukus dan 3. di Uap.

Di Desa Waworaha sendiri proses mendapatkan minyak nilam dilakukan proses Penyulingan dangan cara uap, dalam proses ini dibutuhkan dua ketel yang satunya berbentuk silinder. Kedua ketel tersebut dilengkapi dengan penahan panas (biasanya digunakan karung goni) guna menahan panas agar tetap stabil. Alat pendinginnya berupa bak dan terdapat pipa yang berfungsi mengubah uap menjadi cairan yang kemudian akan dipisahkan antara air uap dan minyak nilam.

Setelah minyak nilam didapatkan barulah di simpan pada botol, ember atau drum yang sudah di sterilkan. Penyimpanan minyak nilam akan mengubah karakteristik wangi pada nilam menjadi lebih halus dibanding dengan minyak yang baru di suling, selain itu minyak yang di simpan lama akan membuat kadar patchouli pada minyak akan bertambah sehingga dapat meningkatkan harga jual yang berimbas pada perekonomian masyarakat desa yang lebih baik.

Ada beberapa menfaat Minyak Nilam antara lain yaitu, ebagai bahan campuran untuk parfum, hal ini karena minyak nilam memiliki aroma woodsy yang dapat mengikat semangat, sebagai aroma terapi
Sebagai pewangi ruangan khusus kamar, anti mikroba, yang dapat menghambat perkembangan jamur dan jenis mikroba lainnya, digunakan sebagai pertolongan pertama untuk seorang yang terkena gigitan ular, digunakan sebagai campuran shampo, minyak rambut, minyak nilam memiliki senyawa alami yang bersifat sebagai anti peradangan, anti jerawat, menyembuhkan eksem dan anti jamur,minyak nilam bermanfaat sebagai antioksida.



Jadi, Nilam pogostemon Cablin Benth adalah suatu semak tropis yang bisa mencapai ketinggian 0,3 - 1,3 meter dan bisa menghasilkan minyak nilam melalui proses penyulingan. Penyulingan merupakan suatu proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uap masing-masing zat tersebut. Minyak nilam dapat di dapatkan melaui tiga cara, yaitu  direbus, dikukus dan diuap dan khusus di Desa Waworaha penyulingan nilam dilakukan dengan metode uap sehingga minyak nilam yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik dan layak jual. (*)

Jumat, 19 Januari 2018

WAANGUANGU PRODUKSI NYIRU

Sailan
TAPM TTG BUTON



Ekosistem hutan bambu bukan hanya untuk tujuan konservasi dan penjaga stabilitas volume air di sepanjang bantaran sungai. Juga bukan hanya menjadi ramuan rumah, utamanya pada rumah-tumah tempo dulu atau rumah kebun, tetapi masih beragam manfaatnya yang lain.

Salah satu manfaat bambu yang kini dikembangkan di Desa WaanguAngu Kecamatan PasarWajo adalah kerajinan tangan yang berupa Nyiru (bugis:pattapi) atau tapisan beras sebelum dimasak.

Dari kerajinan yang turun-temurun inilah yang dianggap salah satu sumber penghasilan warga bagi desa tersebut. Meski bentuk dan modelnya terhitung sederhana, namun pasarannya bukan hanya bagi masyarakat ibukota Kabupaten Buton, tetapi pesanan juga sering datang dari Baubau, bahkan Kendari.

Melalui pendampingan yang dilakukan oleh tenaga ahli teknologi tepat guna, maka Nyiru nantinya ke depan tidak hanya memasuki pasar tradisional, tetapi juga akan memasuki pasar modern, mall, utamanya Mall Lippo Plaza yang ada di Kota Baubau.

"Tapi Nyirunya harus bagus bu, halus, tidak kasar, dan kalau perlu dipernis," saran pendamping.(*)

TTG INI AKHIRI CERITA PILU PETANI KAKAO ULONDORO

Murhum Halik Pagala, STP
TAPM-TTG KOLTIM

Kakao adalah komoditi yang berhasil memperkenalkan nama kolaka di  tingkat Nasional bahkan internasional pada era 90-an.  Kecamatan lambandia (menjadi bagian wilayah pemekaran Kolaka Timur tahun 2013) adalah wilayah penanaman komoditi kakao terluas pada masa itu. 

Sekitar 26.769 Ha (Dinas Kehutanan 2007) tanaman kakao produktif dan kurang lebih 30.000 Ha wilayah potensial yang kemudian dikembangkan menjadi kebun kakao hingga tahun 2002-2003.  Krisis moneter tahun 1998 memberi dampak ekonomi yang sangat berat bagi sebagian besar rakyat Indonesia namun sebaliknya menjadi momentum kebangkitan perkebunan kakao khususnya petani kakao di Kolaka Timur. 

Merosotnya kurs Rupiah terhadap dolar menaikan harga kakao secara signifikan dari rata-rata harga Rp 2.000.- ke harga Rp. 30.000.-, atau mengalami kenaikan harga sekitar 1.500 %. lonjakan harga kakao tersebut disebabkan oleh penetapan harga kakao menggunankan kurs dolar market internasional.

Suburnya tanah dan dukungan kondisi wilayah dataran memungkinkan hasil panen mencapai 7 Ton per Hektar,  sehingga memotivasi mayoritas masyarakat kolaka untuk bercocok tanam kakao.  Hasil perkebunan kakao menjadi daya ungkit utama bagi peningkatan kesejahteraan dan perekonomian. 

Hama busuk buah memberi kerusakan hingga 7% pada kebun yang dirawat secara intensif dan kerusakan hingga 60% pada kebun yang tidak dirawat secara intensif. Sedangkan hama PBK dapat memberi kerusakan pada kualitas hasil hingga 90% yang berdampak langsung pada kuantitas biji kakao yang dapat dijual.

Gangguan kedua jenis hama tersebut menurunkan produktivitas kakao hingga 300 Kg/Ha/Tahun yang hitungan ekonominya sangat minim untuk dijadikan sumber mata pencaharian bagi petani.  Berbagai upaya selama lebih dari satu decade ini telah coba dilakukan oleh pihak pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi untuk menemukan solusi masalah pelik yang telah dihadapi petani. 

Masalah
Serangan  hama busuk buah merusak buah kakao sejak umur buah masih sangat dini sehingga hampir tidak ada buah yang dapat dipetik untuk dikeringkan dan dijual. 

Sedangkan serangan hama Penggerek Buah kakao (PBK) masih menyisahkan buah yang dapat di keringkan namun petani mengalami kendala teknis, karena meskipun buah sudah matang karakter biji melekat dan membatu.  Petani harus memisahkan biji-biji kakao secara manual untuk mendapatkan biji utuh untuk selanjutnya dilakukan penjemuran atau pengeringan. 

Penanganan  manual yang biasa dilakukan petani menjadi pekerjaan rumit yang memerlukan waktu lama, sehingga dibutuhkan rancangan teknologi tepat guna sebagai alat yang dapat membantu.

Solusi
Petani kakao di desa Ulundoro, Kec. Aere Kab. Kolaka Timur tidak menyerah dengan kondisi yang ada.  Petani yang tergabung dalam kelompok tani kakao bersama-sama memikirkan kendala teknis tersebut, mencari alternative solusi berdasarkan ketersediaan sumberdaya local yang ada. 

Sebagaimana filosofi terciptanya alat teknologi tepat guna yaitu munculnya inovasi atau pengetahuan baru untuk meringankan kendala teknis yang berulang, rumit apabila dikerjakan langsung dengan tenaga manusia serta membutuhkan waktu yang lama.  Petani kakao desa ulondoro berhasil merancang dan menciptakan alat teknologi tepat guna  untuk menangani hasil buah kakao terdampak penggerek buah (PBK).

Dengan design sederhana, hemat energy, murah, dapat direflikasi, memberi nilai tambah serta dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan cara yang mudah.

Rancangan kotak berdiri yang tegak dan kokoh sebagai badan alat didesain memiliki corong bukaan sebagai tempat memasukan bahan.  Lalu di modifikasikan dengan besi silinder bergerigi dari bahan bekas bengkel yang dapat diputar dengan tuas diletakan pada bagian bawah bukaan kotak. 

Kakao terdampak PBK yang dimasukan dalam kotak dipisah secara perlahan dengan memutar tuas silinder  lalu pada bagian akhir masih ada besi sejajar sebagai filter untuk menahan gumpalan kakao yang belum terpisah-pisah dan mengeluarkan biji kakao yang sudah memenuhi grade.

Rekomendasi
Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk menangani buah kakao terdampak PBK secara tidak langsung memberi pengaruh positif petani atas pesimisme budidaya kakao. 

Meski penemuan alat TTG bukan menjadi solusi mendasar terhadap masalah budidaya kakao, namun pemanfaatan alat TTG memudahkan dan menyanggah pendapatan petani yang sudah terlanjur lama di budidaya kakao disamping melakukan penaganan intensif hama OPT.

Alat TTG untuk menangani  buah kakao terdampak PBK merupakan alat spesifik terdesentralisasi yang ditemukan petani kakao desa Ulondoro.  Implementasi temuan dapat ditingkatkan pemanfaatannya secara oprasional melalui pengembangan terencana dan terkendali. 

Sangat dibutuhkan peran pendampingan yang professional dan berkelanjutan sehingga pemanfaatan TTG dapat lebih maksimal pada skala local maupun pada daerah lain yang memiliki basis potensi yang sama.  (*)



BUMDES MANDIRI SEJAHTERA ULURINA


JUNAIDIN
TAPM-TTG KOLAKA

Salah satu dampak penggunaan dana desa yang efektif yang telah dirasakan oleh masyarakat Desa Ulurina, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka Utara, adalah gagasan dan cita-cita warga untuk memandirikan Badan Usaha Milik Desa '(BUMDes) Mandiri Sejahtera'.

Sesuai dengan namanya "mandiri dan sejahtera", warga Ulurina telah membuktikan tekadnya dalam memajukan perekonomian mereka dengan membentuk badan usaha bersama yang nantinya menjadi sumber-sumber distribusi hasil-hasil panen mereka, baik cengkeh, gula merah, lada, kakao dan lainnya.

Sekaligus juga menjadi pusat keuangan, simpan pinjam, dan menjadi toko serba ada, sehingga warga tidak perlu lagi ke repot-repot turun ke poros Wolo-Kolaka hanya sekadar membeli kebutuhan sehari-harinya.

BUMDes ini didirikan padea tanggal 01 April 2016 atas hasil musyawarah warga desa, dengan telah melengkapi pengurus, seperti potensi desa yang dapat dikelola oleh badan usaha ini seperti, embung desa,pemanfaatan Hasil Hutan Desa, wisata Batu/Gua Sembilan, ekosistem hutan  enau/aren, pasar desa, pemukiman warga, pengelolaan air bersih dari mata air sepanjang sungai-sungai di halaman belakang dusun-dusun, wisata alam (air terjun), dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang sudah dinikmati oleh semua dusun-dusun.

Berdasarkan Keputusan Kepala Desa Ulurina No.27 tahun 2017 tentang kelengkapan pengurus dan pengaktifan serta penambahan unit-unit usaha.
Pembina                                    : Muhammad Basir
Badan Pengawas                          :
Ketua                                           : Mardin
Wakil Ketua                                 : Hardi Sale
Sekretaris                                      : Mulyadi
Direktur                                        : Nurwahi.S
Sekretaris                                     : Nur Aida
Bendahara                                     : Salma
Kepala Unit Usaha Perdagangan : Muh. Iqbal
Kepala Unit Usaha PLTMH : Hardi
Kepala Unit Usaha SPP               : Kaharuddin

Sejak tahun 2016, sudah ada dana penyertaan modal sebesar Rp.40.153.400. Lalu ditambah lagi tahun 2017, sebanyak Rp.100 juta, sehingga total nilai penyertaan modal keseluruhan Rp. 140.153.400.

Sabtu, 13 Januari 2018

KEHANGATAN KEMENDES DI BAUBAU

Dalam agenda utama penyerahan Sertifikat Tanah Warga ke Kota Baubau Sulawesi Tenggara, maka Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, sebelumnya menyempatkan diri berdialog langsung, tatap muka, dengan para pendamping desa dari Buton, Busel dan Buteng, TAPM dan TAPPI Sultra.

Tata Muka yang berlangsung di Aula Kantor Walikota Baubau, Palagimata, itu telah memberikan gambaran kepada Menteri bahwa pelaksanaan program desa dalam menjalankan amanah UU No.6 tahun 2014 mulai berjalan normal, dan nyaris tidak ada masalah substansi yang ditemui selama ini.

Pemaparan perwakilan Kades dari tiga kabupaten ini juga telah memberikan kesan bahwa kepala desa secara serius menjalankan Dana Desa sesuai dengan ikatan-katan regulasi yang telah mengatur sebelumnya.

Mendes, PDT dan Transmigrasi RI dalam amanahnya dihadapan 600 peserta yang terdiri atas warga penerima manfaat DD, aparat desa, Kades, dan para pendamping itu, meminta agar DD dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

"Mulai tahun depan, 2018, coba kita kurangi plot anggaran yang selama ini lebih dominan pada instruktur jalan dan jembatan, ke plot anggaran pemberdayaan, peningkatan kesejahteraan masyarakat," lanjutnya.

Lebih jauh Eko Sanjoyo juga menyebut bahwa sesuai program Presiden RI Joko Widodo melalui Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI yakni ada empat prioritas unggulan pembangunan desa.

Yaitu, Produk Unggulan Desa (Prudes) atau Prukades (produk unggulan kawasan perdesaan), Embung, BUMDes, dan Sorga (sarana olahraga desa).

Lebih jauh Menteri dari PKB ini menjelaskan bahwa produk unggulan desa itu masing-masing tergantung dari kondisi dan potensi alam yang dimiliki desa tersebut. Menurutnya, baik dari potensi alam yang tersedia, maupun dari hasil karsa warga desanya, sepperti kerajinan dan industri kecil.

Sedangkan untuk Embung. Hal ini sangat dimungkinkan karena mayoritas desa di Indonesia berbasis pertanian, yang otomatis areal persawahan menggantungkan sumber air bakunya dari irigasi, waduk, dll.

"Makanya embung ini sangat dibutuhkan kehadirannya di desa, baik untuk areal persawahan, irigasi, tempat minum ternak warga, maupun untuk kegiatan budidaya ikan air tawar atau untuk kegiatan wisata desa," lanjutnya.

Dengan demikian, semuanya dapat dikelola dalam satu sistem manajemen terpadu dan terintegrasi, yakni badan usaha milik desa (BUMDes). "Kita sudah bekerjasama dengan perbankan, agar sumber-sumber pendanaan yang dikelola BUMDes dapat mendapat dukungan dari pihak Bank," sambungnya.

Demikian juga dengan Sorga, dimana dengan kegiatan-kegiatan kepemudaan yang secara kontinyu dapat mengundang para pedagang kaki lima di seputaran sarana olahraga untuk berjualan, dan itu artinya berarti ada pendapatan baru bagi mereka.

Jadi 'Sorga' itu diharap berdampak ekonomi bagi warga, selain semakin mengurangi minat pemuda untuk meninggalkan kampung halamannya dengan alasan ingin mendapatkan pekerjaan di kota-kota besar.

Untuk itu, seluruh elemen desa kata Menteri untuk terus berupaya mengoptimalkan dana desanya dalam pembangunan yang berorientasi pada empat skala prioritas, 4 program unggulan. (nining) 

CAPACITY BUILDING MODUL INOVASI


Bagaimana merancang modul-modul untuk penguatan kapasitas internal para tenaga ahli program pengelolaan inovasi desa, maka dua TAPP dari PID P3MD Sultra, yakni Yanti Sirman dan Farida, mengikuti pelatihan modul yang diselenggarakan oleh KN-PPID Pusat di SwissBell Residence, Jakarta, mulai tanggal 17 - 21 Januari 2018.

Baik Yanti (TAPP-PP) maupun Farida (TAPP-PK) mengungkapkan pentingnya keseragaman pemahaman dan konsepsi dalam penguatan kapasitas tentang inovasi desa yang nantinya akan ditularkan ke kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia.

"Sultra sudah siapkan modul-modul tersebut, disamping beberapa modul, Juknis atau Juklat, termasuk PTO yang sudah lengkap sebelumnya," kata keduanya. Hal ini penting mengingat masih terbatasnya sosialisasi inovasi desa pada tingkat basis dan kecamatan.

Menurutnya, perlu pengetahuan menyeluruh untuk memahami apa itu inovasi desa yang saat ini tengah dikembangkan oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI. "Ini satu-satunya program inovasi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat desa," kuncinya. (s.darampa)


MENYIGI RAWA KEHIDUPAN

MUHAJA 
Korkab TAPM Konut 

Kabupaten Konawe Utara yang terletak paling ujung utara dari wilayah Sulawesi Tenggara, berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Tengah, Laut Banda di timur, barat dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe. Dimana awalnya Konawe merupakan induk dari Konawe Utara.

Konawe Utara yang awalnya merupakan daerah yang perawan ekosistem hutannya, kemudian beberapa tahun terakhir ini berobah menjadi lahan-lahan perkebunan sawit raksasa. Sejumlah perusahaan perkebunan besar telah menanam ratusan ribu bahkan jutaan pohon sawit di daerah ini, utamanya pada Kecamatan Langgikima, Wandale, Wiwirano dan sebagian Oheo.

Sehingga bagian utara Konawe Utara ini yang terlihat adalah hamparan sawit disepanjang lepas dari Kecamatan Asera hingga perbatasan Sulawesi Tengah. Dengan ekosistem sawit ini secara pasti telah meminggirkan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya alam mereka, yang kemudian beralih menjadi pekerja. Namun keuntungan yang didapat oleh daerah-daerah ini karena terbukanya akses jalan aspal antara Sulawesi Tengah dengan Sulawesi Tenggara yang juga melingkar ke barat Sulawesi Selatan.

 Untungnya dalam pergulatan dan dalam kepungan secara perlahan-lahan desa mulai bangkit, dan memandirikan dirinya, melalui Dana Desa, dimana selama ini desa memiliki ketergantungan terhadap perkebunan sangat besar, utamanya untuk dukungan infra jalan antara perkebunanan dengan jalan desa, fasilitas sumur umum, dan lainnya.

   Untungnya Konawe Utara tidak hanya didominasi beberapa kecamatan seperti yang tersebut di atas, masih ada beberapa kecamatan yang mengandalkan pengelolaan sumber daya alamnya yang bertumpu pada komoditi lain, seperti merica, cengkeh, dan lainnya.

Salah satu sumber daya alam yang tersedia di Bumi Konawe Utara adalah ekosistem danau atau rawa yang sangat luas, membentang dari lembah ke lembah yang diapit dan diantarai oleh bukit dan aliran sungai.

Di sepanjang pesisir rawa yang ditumbuhi tanaman liar dan perdu, berdiri tegak bukit-bukit karang yang seolah menggapai langit, gunung kapur yang belum terjamah tangan-tangan manusia itu menjadi benteng alam, yang menjaga volume air rawa agar tetap stabil sepanjang abad. Seolah rawa dan ekosistem gugusan gunungnya membentang hingga ke Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tengah menjadi stabilisator antara daratan dengan lautan Tanah Semenanjung Tenggara ini.

Dengan ketersediaan alam seperti itu, maka masyarakat adat Ohoe (yang kemudian menjadi kecamatan) secara terus menerus menjadi ‘sang penjaga’ akan ekosistem tersebut, dan sebagai penjaga tentu juga menggantungkan hidupnya dari situ.

Maka wajar saja, siklus kehidupan ini telah menyediakan beragam species ikan-ikan air tawar dalam rawa, mulai dari ikan gabus yang ukuran sangat besar, ikan lele, dan sejumlah species yang tidak dijumpai di negeri-negeri lain, hanya terdapat di rawa ini dengan nama lokal setempat.

Warga Desa Bundewatu dan desa-desa tetangganya telah menjadi rawa ini sebagai lahan penghidupan sehari-harinya. Setiap hari warga, laki-laki dan perempuan terlihat hilir mudik di sepanjang sungai yang menghubungkan beberapa danau, baik yang pergi-pulang memancing, maupun sekadar jasa transportasi yang menghubungkan beberapa kampung dengan kampung lainnya, yang menggunakan jasa katinting pergi-pulang ke kebun-kebun mereka.

Di lain saat, terlihat rombongan yang sedang pergi berburu, karena di kaki-kaki bukit yang melingkari rawa ini masih sering terlihat binatang buruan yang menjadi konsumsi istimewa bagi masyarakat setempat.

Bahkan pada hari-hari libur, utamanya pada libur panjang, beriringan kendaraan memasuki ekosistem rawa. Tujuannya untuk menikmati keindahan rawa yang underwaternya menyimpan sejuta misteri.

“Banyak yang datang kalau hari libur, bukan saja dari beberapa warga kecamatan di sekitar Oheo, tetapi juga ada dari Kendari, ada juga dari warga pelancong Sulawesi Tengah yang sedang istirahat dalam perjalananya menuju Ibukota Sultra,” ujar nelayan perempuan yang saat itu sedang menunggui hamparan jualan ikannya.

  1. Untuk itu, Kepala Desa Bondewatu dengan perencanaan penggunaan Dana Desa tahun 2018 ; akan memperuntukkan membangun tempat pelelangan ikan air tawar yang pengelolaannya langsung oleh BUMDes Bondewuta.
  2. Disamping itu, juga membangun rumah-rumah terapung yang dapat bergerak ke semua sisi danau. Rumah terapung ini dapat dipakai untuk turis memancing sambil menikmati alam pemandangan dengan aman. 
  3. Akan mengajak Kades-kades lain dalam pengelolaan danau ini secara bersama-sama sehingga peningkatan ekonomi warga lebih baik lagi dari masa-masa sekarang. 
  4. Akan membuat teknologi pengiring ikan. Hal ini karena produksi tangkap setiap harinya tidak semua laku terjual, sehingga perlu dikeringkan, apalagi ikan kering dari danau ini cukup laku keras di pasar-pasar ibukota kabupaten dan ibukota propinsi, bahkan sejumlah warga dari kota sengaja memesan untuk kebutuhan khusus, utamanya ikan gabus bagi perempuan yang usai melahirkan atau operasi. 

Itulah pesona dan potensi danau yang mana warga secara turun-temurun telah menggantungkan penghidupannya dari rawa ini, dan rawa inilah telah terbukti telah memberikan kehidupan dari generasi sejak zaman purba. #

Kamis, 04 Januari 2018

RAUTA, LEMBAH DI BATAS NEGERI


SULTAN DARAMPA
TA MIS PID P3MD SULTRA



Rauta. Lembah yang berada di seberang Danau Towuti (Sulawesi Selatan), yang diantarai wilayah Kolaka Utara dari arah barat, Konawe Timur di tenggara, serta batas Sulawesi Tengah di timur laut. 
   Dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Konawe, Sultra, maka Rauta memiliki tujuh desa dan kelurahan, Kelurahan Rauta, Desa Parundoka, Desa Tirawuna, Desa Tangola, Desa Walandue, Desa Tetenggowuna, dan satu desa yang belum mendapat pengakuan.
   Dalam perkembangannya, sebagaimana desa-desa di dataran tinggi, maka rumah-rumah penduduk itu mengumpul dalam satu kawasan, atau satu lembah, sementara yang di kaki-kaki bukit itu lebih banyak dihiasi rumah-rumah kebun, bahkan sebagian besar aktivitas warga lebih banyak dihabiskan di rumah kebun, apalagi siang hari, sehingga pada siang hari kecuali Hari Jumat atau Minggu, terlihat sepi melompong.
   Kondisi alam yang masih subur, bertanah merah, merupakan pertanda kesuburan tanah, sehingga selain menyimpan bahan ore (nikel), juga cocok untuk perkebunan khusus komoditi ekspor, seperti lada, cengkeh, coklat, dan lainnya.
   Rauta dikepung oleh gugusan gunung batu yang melingkarinya, menjadi benteng alam yang sulit ditembus, baik dari via darat dengan kondisi jalan yang terjal dan sempit utamanya bagi kendaraan motor dari Batas Sulteng - Kecamatan Wiwirano (Konawe Utara), maupun untuk udara termasuk pesawat helikopter, sementara jalur dari Danau Towuti juga masih terkesan sulit karena harus menembus dulu Kabupaten Luwu Timur, Kecamatan Nuha dan Towuti. 
  Sungai-sungai mengalir dengan derasnya, terlihat lapisan-lapisan batu alam di dasar sungai pada area penyeberangan menjadi spirit tersendiri, dan jika lelah menggayut, maka pilihan berenang menjadi alat penyegar badan sebelum melanjutkan perjalanan.
  Rauta menjanjikan harapan dan sejuta asa meski tidak didukung oleh gelombang telekomunikasi yang memadai. Tapi dilengkapi sistem penerangan yang terus-menerus, turbi atau pembangkit listrik tenaga mikrohidro pada setiap desa dan dusun.
   Hal itu dapat dilihat dari setiap tipologi desa-desa yang dikunjungi, yang nyaris warganya pada siang hari tidak dijumpai di pemukiman, karena mereka disibukkan pohon-pohon lada di kebun mereka masing-masing.     
   Pagi harinya, perjalanan dilanjutkan ke desa lain, yaitu Desa Tanggola.

Desa Tangola
Bersama warga dengan aparat desa. Namun Kadesnya tidak hadir, diwakili oleh Ketua BPD. Dari Ketua BPD ini mendapatkan keterangan.
  Bahwa DD tahun 2017 sebanyak Rp 773 juta lebih yang dipergunakan untuk pembuatan jalan, pembenahan kantor desa, serta pembuatan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dengan kapasitas 50 KPA (dynamo), dengan melayani 40 rumah, dan semuanya berjalan lancar, dan ke depan untuk diserahkan ke BUMDes untuk keberlanjutannya.
   BUMDesnya juga sudah mengelola unit usaha, yakni jual beli Saprodi, kebutuhan pertanian, utamanya untuk jual beli pupuk kandang. Dimana modal pertamanya sekitar Rp 20 juta.
   Ia juga berharap bahwa tahun 2018, DD akan digunakan untuk sistem peternakan skala besar, karena didukung oleh padang-padang savanna yang luas.
 
Desa Tirawuna
Desa ini menjadi tujuan utama kunjungan kami, sehingga pelaksanaan diskusi yang dilaksanakan malam hari lantaran warga dusun-dusun (desa) pada sibuk berkebun.
Desa ini dikenal sebagai penghasil lada terbesar untuk Sulawesi, sehingga wajar kalau warganya yang merupakan multikultur rata-rata memiliki asset dan pendapatan yang tergolong kaya.
  DD selama 2015 sampai 2017, memang lebih banyak di peruntukkan untuk pembangunan infrastruktur, utamanya jalan tani / kebun.
   Dengan menggunakan DD 2017 sebesar Rp 100 juta diperuntukkan untuk pembuatan irigasi dengan panjang saluran 500 meter, dengan mengairi 20 hektar sawah.
  BUMDesnya juga sudah melakukan kegiatan usaha, yakni jual beli pupuk, dimana belinya dari kota (Malili, Kab.Luwu Timur) sebesar Rp 28 ribu perzak, maka di jualnya sebesar RP 30 ribu perzak.  Kalau pedagang lain, dibeli petani sebesar Rp 33 ribu perzaknya.
   DD tahun depan, akan lebih banyak diarahkan pada peningkatan ekonomi, misalnya pembuatan irigasi tambahan pada sawah-sawah puso atau tidak produktif selama ini, apalagi sumber-sumber air yang mengelilingi lembah tertua di Rauta ini sangat potensial untuk sistem pertanian intensif.

Desa Paradongka
Letaknya cukup paling jauh, namun paling dekat dengan poros Danau Towuti (Sulsel), sehingga semua warganya ini belanja kebutuhan sehari-hari dan jual hasil buminya itu di seberang danau, di Perkampungan Towuti, atau lebih jauh lagi di pasar kecamatan, Nuha, atau Kota Malili, ibukota Kab.Luwu Timur. 
  Paradongka berpenduduk sektiar 317 jiwa, dengan 107 KK, yang terdiri atas tiga dusun. Nyaris 99 persen penduduknya adalah berkebun, kebun lada, bahkan beberapa rumah tangga disini memiliki 1000an pohon merica.
  Harga lada terakhir berkisar Rp 65 ribu, yang membuat petani lada tiba-tiba kayak mendadak.
   DD 2015 yakni sebesar Rp 317 juta, dengan peruntukkan pembangunan balai desa sebesar Rp 200 juta, selebihnya adalah pembelian mobile dan lainnya.
   DD 2016, sebesar Rp 644 juta, yang diperuntukkan untuk jalan usaha tani, dan dekker.
Sementara BUMDesnya sudah mengelola uang Rp 20 juta untuk biaya pelatihan bagi tiga orang pengurus BUMDes, dan tahun itu juga bantuan kepada Gapoktan sebesar RP 18 juta untuk kegiatan beli jual saprodi.
   DD 2017, masih tetap sama, yakni lebih banyak diperuntukkan untuk kegiatan infra, sehingga DD yang berkisar Rp 773 juta itu terkuras untuk jalan tani.
2018, mereka bercita-cita untuk membuat sekolah lada, dimana para petani lada di seluruh Indonesia dapat belajar disini, baik cara menanam lada, merawat, atau membuat demplot khusus.
 
Desa Walandaue
Desa ini berada di tengah-tengah diantara bebera desa di Kecamatan Rauta, penduduknya juga lebih banyak mengandalkan hidupnya dari perkebunan lada.
  Yang menarik gagasan dari desa ini adalah pada DD 2018 tahap dua, akan menggunakan anggaran Rp 53 juta untuk pengadaan bibit sapi. Ini sesuai dengan kondisi lahan-lahan rumput yang luas di dalam wilayah desa tersebut, dimana batas desa dipagari oleh hutan-hutan alam yang sulit ditembus sekalipun itu hewan atau sapi.
  Anggota unit SPP yang dikelola melalui BUMDes sudah bergulir dengan baik dari modal yang disertakan sebesar Rp 100 juta. Saat ini dana sudah bergulir sekitar Rp 75 juta, dan sisanya Rp 25 juta diperuntukkan untuk pinjaman atau antisipasi kegiatan social.
  Pihaknya juga sudah mendirikan PLTMA (turbin) dengan anggaran Rp 420 juta dengan melayani 25 KK.  Anggaran ini diambil dari DD 2017 yang sebesar 760 juta, dan selebihnya di peruntukkan untuk jalan desa sepanjang 1,8 Km dengan besaran anggaran 1,8 Km. 
   Demikianlah menikmati hijaunya Rauta yang tengah diancam sistem perkebunan monokultur, lada, dan ancaman sawit dari arah Konawe Utara.  

MENU UTAMA

Koptan Rumput Laut Buton Tengah Deklarasikan Gus Imin Presiden 2024

LAKUDO – SC. Sebanyak 36 orang anggota Kelompok Tani Rumput Laut Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara me...