ProFiles

ProFiles

Jumat, 19 Januari 2018

TTG INI AKHIRI CERITA PILU PETANI KAKAO ULONDORO

Murhum Halik Pagala, STP
TAPM-TTG KOLTIM

Kakao adalah komoditi yang berhasil memperkenalkan nama kolaka di  tingkat Nasional bahkan internasional pada era 90-an.  Kecamatan lambandia (menjadi bagian wilayah pemekaran Kolaka Timur tahun 2013) adalah wilayah penanaman komoditi kakao terluas pada masa itu. 

Sekitar 26.769 Ha (Dinas Kehutanan 2007) tanaman kakao produktif dan kurang lebih 30.000 Ha wilayah potensial yang kemudian dikembangkan menjadi kebun kakao hingga tahun 2002-2003.  Krisis moneter tahun 1998 memberi dampak ekonomi yang sangat berat bagi sebagian besar rakyat Indonesia namun sebaliknya menjadi momentum kebangkitan perkebunan kakao khususnya petani kakao di Kolaka Timur. 

Merosotnya kurs Rupiah terhadap dolar menaikan harga kakao secara signifikan dari rata-rata harga Rp 2.000.- ke harga Rp. 30.000.-, atau mengalami kenaikan harga sekitar 1.500 %. lonjakan harga kakao tersebut disebabkan oleh penetapan harga kakao menggunankan kurs dolar market internasional.

Suburnya tanah dan dukungan kondisi wilayah dataran memungkinkan hasil panen mencapai 7 Ton per Hektar,  sehingga memotivasi mayoritas masyarakat kolaka untuk bercocok tanam kakao.  Hasil perkebunan kakao menjadi daya ungkit utama bagi peningkatan kesejahteraan dan perekonomian. 

Hama busuk buah memberi kerusakan hingga 7% pada kebun yang dirawat secara intensif dan kerusakan hingga 60% pada kebun yang tidak dirawat secara intensif. Sedangkan hama PBK dapat memberi kerusakan pada kualitas hasil hingga 90% yang berdampak langsung pada kuantitas biji kakao yang dapat dijual.

Gangguan kedua jenis hama tersebut menurunkan produktivitas kakao hingga 300 Kg/Ha/Tahun yang hitungan ekonominya sangat minim untuk dijadikan sumber mata pencaharian bagi petani.  Berbagai upaya selama lebih dari satu decade ini telah coba dilakukan oleh pihak pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi untuk menemukan solusi masalah pelik yang telah dihadapi petani. 

Masalah
Serangan  hama busuk buah merusak buah kakao sejak umur buah masih sangat dini sehingga hampir tidak ada buah yang dapat dipetik untuk dikeringkan dan dijual. 

Sedangkan serangan hama Penggerek Buah kakao (PBK) masih menyisahkan buah yang dapat di keringkan namun petani mengalami kendala teknis, karena meskipun buah sudah matang karakter biji melekat dan membatu.  Petani harus memisahkan biji-biji kakao secara manual untuk mendapatkan biji utuh untuk selanjutnya dilakukan penjemuran atau pengeringan. 

Penanganan  manual yang biasa dilakukan petani menjadi pekerjaan rumit yang memerlukan waktu lama, sehingga dibutuhkan rancangan teknologi tepat guna sebagai alat yang dapat membantu.

Solusi
Petani kakao di desa Ulundoro, Kec. Aere Kab. Kolaka Timur tidak menyerah dengan kondisi yang ada.  Petani yang tergabung dalam kelompok tani kakao bersama-sama memikirkan kendala teknis tersebut, mencari alternative solusi berdasarkan ketersediaan sumberdaya local yang ada. 

Sebagaimana filosofi terciptanya alat teknologi tepat guna yaitu munculnya inovasi atau pengetahuan baru untuk meringankan kendala teknis yang berulang, rumit apabila dikerjakan langsung dengan tenaga manusia serta membutuhkan waktu yang lama.  Petani kakao desa ulondoro berhasil merancang dan menciptakan alat teknologi tepat guna  untuk menangani hasil buah kakao terdampak penggerek buah (PBK).

Dengan design sederhana, hemat energy, murah, dapat direflikasi, memberi nilai tambah serta dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan cara yang mudah.

Rancangan kotak berdiri yang tegak dan kokoh sebagai badan alat didesain memiliki corong bukaan sebagai tempat memasukan bahan.  Lalu di modifikasikan dengan besi silinder bergerigi dari bahan bekas bengkel yang dapat diputar dengan tuas diletakan pada bagian bawah bukaan kotak. 

Kakao terdampak PBK yang dimasukan dalam kotak dipisah secara perlahan dengan memutar tuas silinder  lalu pada bagian akhir masih ada besi sejajar sebagai filter untuk menahan gumpalan kakao yang belum terpisah-pisah dan mengeluarkan biji kakao yang sudah memenuhi grade.

Rekomendasi
Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk menangani buah kakao terdampak PBK secara tidak langsung memberi pengaruh positif petani atas pesimisme budidaya kakao. 

Meski penemuan alat TTG bukan menjadi solusi mendasar terhadap masalah budidaya kakao, namun pemanfaatan alat TTG memudahkan dan menyanggah pendapatan petani yang sudah terlanjur lama di budidaya kakao disamping melakukan penaganan intensif hama OPT.

Alat TTG untuk menangani  buah kakao terdampak PBK merupakan alat spesifik terdesentralisasi yang ditemukan petani kakao desa Ulondoro.  Implementasi temuan dapat ditingkatkan pemanfaatannya secara oprasional melalui pengembangan terencana dan terkendali. 

Sangat dibutuhkan peran pendampingan yang professional dan berkelanjutan sehingga pemanfaatan TTG dapat lebih maksimal pada skala local maupun pada daerah lain yang memiliki basis potensi yang sama.  (*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENU UTAMA

Koptan Rumput Laut Buton Tengah Deklarasikan Gus Imin Presiden 2024

LAKUDO – SC. Sebanyak 36 orang anggota Kelompok Tani Rumput Laut Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara me...