ProFiles

ProFiles

Rabu, 29 Agustus 2018

Talk Show Pertama di Indonesia 'Bersama Berkarya untuk Desa'

Sultan Darampa
TA MIS-PID Sultra

KPP P3MD-PID Sultra La Ode Syahruddin menjelaskan peran-peran P3MD-PID

Itu topik yang muncul dalam Talk Show RRI- Kemendesa PDTT RI yang berlangsung tanggal 28 Agustus 2018 di halaman depan Kantor RRI Kendari. Talk Show yang pertama kali dilakukan oleh dua lembaga negara/publik ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu La Ode Syahruddin Kaeba (KPP P3MD-PID Sultra), Abdurahman Saleh (Ketua DPRD Sultra) dan Direktur LPU RRI Pusat Godlief Richard Poyk.

"Menghadirkan negara di desa-desa". Itu penegasan La ode Syahuriddin Kaeba, ST. pada Talk Show RRI Kendari - Kementerian Desa dan PDTT RI di halaman RRI Kendari, Selasa sore (28/8).
Pernyataan Pria kelahiran Muna ini semakin menguatkan peran-peran Kemendes dengan Dana Desa yang dikawal oleh para pendamping dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya kekuatan-kekuatan sosial, kekuatan ekonomi, budaya, dan kekuatan politik berskala desa, yang dapat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan pembangunan kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara.

La Ode Syahruddin, selain pembangunan infrastruktur desa dan peningkatan Sumber Daya  Manusia, alokasi dana desa tersebut telah menurunkan jumlah desa sangat tertinggal dari sebelumnya 12 persen menjadi 6 persen dan desa tertinggal dari 72 persen menjadi 57 persen. Disisi lain untuk desa berkembang mengalami kenaikan yang tadinya 12 persen menjadi 18 persen, begitupula dengan desa maju, naik 0,2 persen.

Ketua DPRD Sulawesi Tenggara Abdurrahman Saleh menilai perkembangan desa-desa yang ada di Sulawesi Tenggara sudah semakin maju. Hasil-hasil pertanian dan perikanan masyarakat yang sebelumnya kurang mendapat pangsa pasar yang besar kini sudah menembus pasar internasional. 

Dirinya juga berkomitmen untuk memperjuangan kemandirian desa, sehingga desa-desa yang ada di Sulawesi Tenggara bisa sejajar dengan desa lain di Indonesia yang sudah maju.

Direktur Layanan dan Pengembangan Usaha (LPU) RRI, Godlief Richard Poyk menjelaskan, RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik selalu mendukung program pemerintah dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Dijelaskan, sejak dulu RRI selalu konsisten menyajikan informasi bagi warga pedesaan. Tujuannya untuk memotivasi warga desa agar bisa lebih sejahtera dan  mandiri.

“Radio Republik Indonesia itu memiliki fungsi sosial, bagaimana mencerdaskan masyarakat, bagaimana menghibur masyarakat dan bagaimana memberikan informasi kepada mesyarakat. Tetapi juga, Radio Republik Indonesia harus menjadi filter dan sebagai alat untuk memberikan informasi yang sehat khususnya kepada warga desa,”  Tutur Godlief Richard Poyk. (*)


Sabtu, 04 Agustus 2018

MARI BELAJAR BERSAMA PETANI DI SBD MUNA

Abd.Rahman 
TA-TTG MUNA

Sanggar Belajar Desa Kab.Muna-Sultra untuk Kelas Petani

Desa Tasaka merupakan kawasan yang sangat potensial dalam mengembangkan berbagai produk unggulan, utamanya seperti pengembangan kacang tanah.

Mulai bulan depan, para petani telah bersepakat untuk menanam kacang tanah di berbagai kawasan lahan yang selama ini merupakan lahan kritis, lahan-lahan yang tidak produktif, yang selama ini dibiarkan terlantar.

Tetapi ada juga lahan-lahan dalam kawasan tersebut, ditanami oleh petani ala kadarnya, misalnya ada yang tanam kacang, sebelahnya tanam jagung, di sebelah yang lain beda pula tanamannya.

Sebelum musim tanam secara besar-besaran yang didanai oleh Dana Desa, maka sejumlah warga telah pula melakukan uji coba tanaman kacang tanah, hasilnya memang sungguh menggembirakan.

Maka untuk tanaman kacang tanah dengan menggunakan Dana Desa ini adalah luasan berkisar 250 hektar yang terdiri atas beberapa kawasan. Dimana kawasan ini memang disekat-sekat oleh ekosistem hutan dan tanaman jangka panjang lainnya.

Kacang tanah di daerah ini sebelumnya memang telah menjadi salah satu tanaman penghasilan warga secara alternative, namun tidak menjadi pilihan utama, karena selain tidak adanya kebijakan serentak dari Kades.

Kemudian, kemampuan warga / petani untuk membeli bibit dalam jumlah memadai dikarenakan lantaran ekonomi mereka, apalagi ditambah dengan saprodi yang terkadang mencekik.

Kesepakatan-kesepakatan menjadi penting antara petani, kesepakatan adat, seperti sistem menjaga hama, mulai musim tanam, menjadi konsensus antarpetani sehingga dapat produksinya lebih tinggi.

Desa Rangka 
Rangka merupakan desa yang memiliki lahan-lahan pertanian, termasuk pertanian perkebunan (huma) untuk tanaman pagi yang luas, meski memang berada pada spot-spot yang diantarai oleh kawasan hutan.

Yaitu, luas lahan sekitar 300 hektar untuk pengembangan padi verietas lokal, yaitu padi beras merah, yang selama ini memang masih bertahan, atau masih ditanam oleh masyarakat.

Harga pasaran di luar Muna varietas padi merah ini masih terhitung mahal, antara Rp 10.000 sampai Rp 15.000 perliternya. Dengan demikian maka prospek pengembangan varietas lokal dengan dukungan dana desa menjadi masih sangat prospek.

Sistem pertanian dengan varietas lokal ini akan menggunakan pupuk dan saprodi alami. Sehingga pertanian alami selain untuk meningkatkan produktivitas, juga untuk melestarikan sistem pertanian yang aman untuk konsumsi masyarakat. 
 
Sanggar Belajar
Sanggar belajar desa yang diawali di Kecamatan Kabawo yang kemudian ditularkan ke desa-desa atau ke kecamatan tetangga sudah mulai menampakkan hasil, antara lain, yakni SBD didirikan untuk memerankan diri sebagai simpul pengelolaan informasi antarwarga atau antarpetani dalam pengembangan program-program di desa-desa.

SDB didirikan sebagai tempat-tempat pelatihan, pendidikan, dan training-training (OJT, IST), yang ditujukan kepada warga, para petani, dan para pendamping untuk pengetahuan dan keterampilan khusus.

SDB juga ditujukan untuk melakukan konsilidasi, sosialisasi, bahkan menjadi tempat diskusi untuk aparat desa, termasuk untuk pengolahan data, migrasi dan lainnya. 

Sangar belajar desa yang kemudian dikenal dalam Bahasa Wuna adalah "Poangkatau". Nama ini disematkan di Desa Lakandito Kec. Kabangka.

Dimana dalam pemahaman warga desa ,adalah kebersamaan dlm bersikap dan bertingkah,atau saling menghargai satu sama lain,serta menjalin hubungan yang harmonis antara sesama. (darampa)

Berdasarkan hal tersebutlah, sehingga Nama "SBD" Desa Lakandito "Poangkatau".
Dalam kaitannya dengan fokus utama  SBD yang ditekankan pada penguatan 3 Kelembagaan dalam desa :
1. Kelembagaan PEMDES
2. Kelembagaan Masy. desa
3. Kelembagaan ekonomi Desa,

Filosofi dari SBD “Poangkatau”, Warga dan pemerintah desa berharap ketiga kelembagaan ini dapat saling menopang, saling menghargai, bersinergi dan memiliki hubungan yang harmonis untuk bersama-sama mewujudkan “Visi Bersama Desa” Yang telah dibangun Menuju Desa Mandiri. (*)


Kamis, 02 Agustus 2018

INOVASI DESA MULAI BERTUMBUH DI SULTRA


Sultan Darampa
TA-MIS PID P3MD SULTRA
 
Kadis DPMD Sultra, Tasman Taewa disamping Pj Gubernur Sultra (baju batik hijau) dan KPP PID-P3MD Sultra La Ode Syahruddin Kaeba (batik merah dibelakang Kadis)

“Program Inovasi Desa, sangat membantu memperlancar pengarusutamaan pembangunan desa, dan Sulawesi Tenggara yang terdiri atas 15 kabupaten telah melaukan berbagai lompatan pembangunan yang sumber pendanaannya berasal dari Desa Desa,” ungkap Pj Gubernur Sulawesi Tenggara, Drs.Teguh Setyabudi pada saat membuka Rapat Koordinasi PID Propinsi Sulawesi Tenggara, di Kendari, 2 Agustus 2018.
   

Menurutnya, dengan PID ini maka laju pembangunan desa, apalagi yang selama ini sudah dilakukan melalui P3MD (program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa), yang telah menyentuh sekitar 1.917 desa yang telah mendapat pendampingan oleh para pendamping desa.

Ia meminta agar melalui Rakor ini, betul-betul lahir kesepakatan-kesepatan untuk memaju inovasi-inovasi desa yang memungkin desa untuk maju lebih cepat, lebih mandiri, dengan cit-cita kesejahteraan rakyatnya.

Bahkan dalam perjalanannya ke 15 kabupaten dan 2 kota di Sultra, telah melihat beberapa kemajuan dari program ini dimana desa-desa telah melalukan proses-proses transparansi dalam pengelolaan dana desa, seperti yang terlihat pemasangan spanduk atau baliho yang besar di sepanjang jalan-jalan, atau di depan kantor desanya.


“Saya bangga dan sudah menyaksikan langsung dari proses ini, mulai dari perbatasan Sulawesi Selatan, di Kabupaten Kolaka Utara, sampai di pulau-pulau sudah saya kunjungi, dan inovasi ini memang mulai bertumbuh untuk memacu pembangunanya,” lanjutnya.

Pada kesempatan ini, hadir selain Pj Gubernur Sultra, juga Kadis DPMD Sultra yang saat ini juga menjabat Pj Bupati Kabupaten Konawe, termasuk kadis-kadis DPMD, Bappeda, Pendidikan, Diseperindag, wakil LSM, dari masing-masing 15 kabupaten di Sultra.

Kadis DPMD Sultra, Tasman Taewa juga membeberkan kepada Pj Gubernur Sultra bahwa sejak Dana Desa bergulir di Sultra pada 1.917 desa, dan pertumbuhan pembangunan desa melalui Dana Desa telah berjalan dengan baik.

Sementara itu, KPP P3MD-PID Sulawesi Tenggara, La Ode Syahruddin Kaeba menuturkan bahwa sekitar 1.200 pendamping yang bekerja secara professional di Sultra, telah melakukan berbagai tahapan pendampingan sesuai dengan mandatnya.


“Kita juga terus melakukan berbagai langkah-langkah antisipatif selain daripada tupoksi utamanya kita, termasuk bagaimana membangun dan mendorong tumbuhnya pusat-pusat Prudes atau Prukades, yang kemudian dilink-kan dengan sumber-sumber pasar, utamanya untuk investor, seperti pasar regional untuk bawang merah yang telah menjadi Prukades Kab.Buton Selatan, ada cabe merah di Koltim yang sudah kerjasama dengan salah satu perusahaan makanan terbesar Indonesia,” tutupnya. (*)

Rabu, 01 Agustus 2018

DANA DESA KUATKAN EKPSOR RAJUNGAN


La Supuri
TA-TTG BUTENG


Desa ini terletak di ujung tanjung Selat Lasongko, di timur, yang menjadi penghubung antara tanjung sebelahnya yang merupakan induk dari Kecamatan Mawasangka Timur.

Batubanua merupakan desa yang berpenduduk 506 jiwa, dengan jumlah 165 KK, yang terdiri atas 120 KK nelayan, dengan luas wilayah desa 911 hektar.

Sebagai desa-desa pesisir yang menjadi ciri khas utama, adalah kehidupan warganya yang mengandalkan nelayan tangkap. Selama bertahun-tahun selain nelayan tangkap ikan yang jauh melaut ke samudra luas, juga adalah nelayan tangkap kepiting rajungan.

Nelayan ini bukan hanya bagi kaum lelaki, tetapi juga bagi kaum ibu-ibu, utamanya bagi perempuan kepala rumah tangga. Di desa ini sekitar 30 orang perempuan kepala rumah tangga yang mengandalkan hidupnya dari kepiting rajungan ini.

Namun selama ini, kepiting para nelayan tangkap itu hanya langsung menyetornya kepada para pengumpul. Kekurangannya, karena biasanya hanya pengumpul yang menentukan harga sepihak, apalagi kalau nelayan telah meng-bon duluan, dan itulah yang terus-menerus terjadi. Hal ini dikarenakan karena memang pabrik pengolahan daging kepiting rajungan di desa itu belum ada.

Dengan kondisi tersebut, maka Kades mengeluarkan kebijakan melalui DD tahun 2016 dimana 15 unit kapal bantuan kepada nelayan-nelayan yang kurang mampu. Tujuannya adalah menfasilitasi penangkapan kepiting rajungan.

Karena dianggap belum memadai, maka DD t5ahun 2017 lalu kemudian disalurkan lagi bantuan pembelian kapal tangkap sebanyak 30 unit yang ditujukan kepada masing-masing kepala keluarga.


Dan tahun 2018, untuk tahap II dan III, lagi-lagi keluar lagi pembelian 15 unit kapal. Sehingga dalam tiga tahun terakhirnya, sudah ada 60 KK yang telah memiliki kapal dengan bantuan Pemdes berkat Dana Desa.

Untuk mempertinggi mutu dan produksi tangkapan, akhirnya dibentuklah BUMDes yang unit kegiatannya adalah home industri pengolahan daging kepting rajungan. BUMDes yang kerjasama dengan salah satu industri besar di Indonesia, secara khusus setiap dua hari mengambil daging-daging kepiting olahan ini untuk diekspor ke pasar internasional melalui kantor besarnya di Parepare dan Medan.

Sehingga setiap dua hari, perusahaan tersebut mengambil dan mengirim daging kepiting rajungan ini ke gudang-gudangnya.

Unit pengolahan ini mempekerjakan 10 orang perempuan, yaitu ibu-ibu rumah tangga yang sudah tidak produktif lagi kerja di pantai atau melaut, sehingga yang selama ini menganggur, maka dengan home industri ini mereka sudah dapat membantu penghasilan suaminya.

Setiap pekerja mendapatkan upah Rp 20.000 perKg dari BUMDes. Dimana setiap hari para ibu-ibu yang berjumlah 10 orang ini dapat mengupas daging tersebut sebanyak 5 Kg atau lebih, sehingga pendapatannya perhari Rp 100.000 perhari. Itu kalau musim krisis, artinya kurang pasukan kepiting yang masuk karena musim ombak.

Nelayan pun demikian, karena musim ombak, mereka hanya mampu menjual tangkapannya kira-kira Rp 200 ribu persetiap kali turun melaut. Tetapi, kalau musim tenang, dimana banyak kepiting, rata-rata setiap nelayan dapat meraup keuntungan Rp 2 juta perminggunya.


Apalagi dengan 60 unit bantuan kapal dari DD ini, maka semakin meningkatkan pendapatan dan ekonomi masyarakat.

Dengan pembelian dari pengumpul Rp 50 ribu perKg gelondongan (kepiting utuh), setelah diolah kemudian dijual dalam bentuk daging yaitu sebesar Rp 250 perKg ke perusahaan.

BUMDes ini setiap 2 hari mengirim ke perusahaan rata-rata angara 17 Kg – 20 Kg. Tetapi kalau musim subur kepiting, maka dapat diolah lebih dari angka tersebut. Sehingga dengan keberadaan DD dan BUMDes ini secara pasti aktivitas ekonomi warga yang kurang mampu sudah dapat meningkat, apalagi memang ada dukungan berupa peralatan tangkap, kapal.  (*)

MENU UTAMA

Koptan Rumput Laut Buton Tengah Deklarasikan Gus Imin Presiden 2024

LAKUDO – SC. Sebanyak 36 orang anggota Kelompok Tani Rumput Laut Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara me...