La Supuri
TA-TTG BUTENG
Desa ini terletak di ujung tanjung Selat Lasongko, di
timur, yang menjadi penghubung antara tanjung sebelahnya yang merupakan induk
dari Kecamatan Mawasangka Timur.
Batubanua merupakan desa yang berpenduduk 506 jiwa,
dengan jumlah 165 KK, yang terdiri atas 120 KK nelayan, dengan luas wilayah
desa 911 hektar.
Sebagai desa-desa pesisir yang menjadi ciri khas utama,
adalah kehidupan warganya yang mengandalkan nelayan tangkap. Selama
bertahun-tahun selain nelayan tangkap ikan yang jauh melaut ke samudra luas,
juga adalah nelayan tangkap kepiting rajungan.
Nelayan ini bukan hanya bagi kaum lelaki, tetapi juga
bagi kaum ibu-ibu, utamanya bagi perempuan kepala rumah tangga. Di desa ini
sekitar 30 orang perempuan kepala rumah tangga yang mengandalkan hidupnya dari
kepiting rajungan ini.
Namun selama ini, kepiting para nelayan tangkap itu hanya
langsung menyetornya kepada para pengumpul. Kekurangannya, karena biasanya
hanya pengumpul yang menentukan harga sepihak, apalagi kalau nelayan telah
meng-bon duluan, dan itulah yang terus-menerus terjadi. Hal ini dikarenakan
karena memang pabrik pengolahan daging kepiting rajungan di desa itu belum ada.
Dengan kondisi tersebut, maka Kades mengeluarkan
kebijakan melalui DD tahun 2016 dimana 15 unit kapal bantuan kepada
nelayan-nelayan yang kurang mampu. Tujuannya adalah menfasilitasi penangkapan
kepiting rajungan.
Karena dianggap belum memadai, maka DD t5ahun 2017 lalu
kemudian disalurkan lagi bantuan pembelian kapal tangkap sebanyak 30 unit yang
ditujukan kepada masing-masing kepala keluarga.
Dan tahun 2018, untuk tahap II dan III, lagi-lagi keluar
lagi pembelian 15 unit kapal. Sehingga dalam tiga tahun terakhirnya, sudah ada
60 KK yang telah memiliki kapal dengan bantuan Pemdes berkat Dana Desa.
Untuk mempertinggi mutu dan produksi tangkapan, akhirnya
dibentuklah BUMDes yang unit kegiatannya adalah home industri pengolahan daging
kepting rajungan. BUMDes yang kerjasama dengan salah satu industri besar di
Indonesia, secara khusus setiap dua hari mengambil daging-daging kepiting
olahan ini untuk diekspor ke pasar internasional melalui kantor besarnya di
Parepare dan Medan.
Sehingga setiap dua hari, perusahaan tersebut mengambil
dan mengirim daging kepiting rajungan ini ke gudang-gudangnya.
Unit pengolahan ini mempekerjakan 10 orang perempuan,
yaitu ibu-ibu rumah tangga yang sudah tidak produktif lagi kerja di pantai atau
melaut, sehingga yang selama ini menganggur, maka dengan home industri ini
mereka sudah dapat membantu penghasilan suaminya.
Setiap pekerja mendapatkan upah Rp 20.000 perKg dari
BUMDes. Dimana setiap hari para ibu-ibu yang berjumlah 10 orang ini dapat
mengupas daging tersebut sebanyak 5 Kg atau lebih, sehingga pendapatannya
perhari Rp 100.000 perhari. Itu kalau musim krisis, artinya kurang pasukan
kepiting yang masuk karena musim ombak.
Nelayan pun demikian, karena musim ombak, mereka hanya
mampu menjual tangkapannya kira-kira Rp 200 ribu persetiap kali turun melaut.
Tetapi, kalau musim tenang, dimana banyak kepiting, rata-rata setiap nelayan
dapat meraup keuntungan Rp 2 juta perminggunya.
Apalagi dengan 60 unit bantuan kapal dari DD ini, maka
semakin meningkatkan pendapatan dan ekonomi masyarakat.
Dengan pembelian dari pengumpul Rp 50 ribu perKg
gelondongan (kepiting utuh), setelah diolah kemudian dijual dalam bentuk daging
yaitu sebesar Rp 250 perKg ke perusahaan.
BUMDes ini setiap 2 hari mengirim ke perusahaan rata-rata
angara 17 Kg – 20 Kg. Tetapi kalau musim subur kepiting, maka dapat diolah
lebih dari angka tersebut. Sehingga dengan keberadaan DD dan BUMDes ini secara
pasti aktivitas ekonomi warga yang kurang mampu sudah dapat meningkat, apalagi
memang ada dukungan berupa peralatan tangkap, kapal. (*)
Tepatnya DESA BATUBANAWA
BalasHapus