Achmad Taurus
TAPM TTG P3MD Bombana
Jauh di 'tumit' kaki Pulau Sulawesi, di bagian tanah semenanjung Sulawesi Tenggara, tepatnya Negeri Tokotua, para ibu-ibu rumah tangga telah memposisikan dirinya sebagai penyanggah ekonomi rumah tangga disamping tetap mengandalkan penghasilan suami dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Para "the power of emak-emak" ini telah mendapatkan penghasilan yang besar dalam sebulannya sebagai 'buruh' pada perusahaan komunitas kepiting rajungan. Tepatnya di Dusun III, Desa Hukaea, Kecamatan Rorowatu Utara Kabupaten Bombana.
Pengolahan kepiting rajungan yang merupakan usaha perseorangan ini telah memberikan dampak perubahan ekonomi bagi warga setempat, bukan hanya bagi Dusun III Desa Hukaea, tetapi juga bagi warga dari desa-desa lain. Bahkan lebih dari itu, pemilik usaha, Sugianto ini, juga memberikan bantuan alat tangkap, sehingga hasil tangkapan rajungan tidak dijual kepada orang lain.
"Bantuan yang diberikan tidak bersifat mengikat, tetapi dengan ikatan saling mempercayai, dan ini telah berlansung cukup lama, sejak 2011
Menurutnya, yang bekerja di perusahaan yang telah lama dirintisnya berkat dukungan warga sekitar itu, adalah ibu rumah tangga dengan usia antara 30-60 tahun. Jika stok bahan tersedia mereka dapat bekerja setiap hari, mulai dari jam 08.00 sampai 16.30. Sebagian dari pekerja perempuan adalah single parrent yang memiliki anak 1-2 orang yang telah menginjak usia sekolah.
Sistem pembayaran gaji diberikan tiap minggu dengan ketentuan seberapa banyak para pekerja dapat mengolah daging rajungan yang siap dikemas. Jika setiap pekerja dapat menghasilkan 1 kg, akan dibayar Rp.20.000. Rata-rata pekerja dapat menghasilkan 30-40 kg sehari, bahkan jika ketersediaan stok olahan melimpah sebagian dari mereka dapat menghasilkan 60 kg sehari.
Jadi penghasilan mereka berkisar antara Rp 600 ribu, sampai Rp 800 ribu, bahkan ada yang mampu meraup Rp 1,2 juta dalam seminggu. Artinya, dalam sebulan rata-rata setiap ibu-ibu rumah tangga pekerja dapat menghasilan antara Rp 2,4 juta sampai Rp 4, 8 juta.
Manfaat yang akan terjadi dari proses intervensi program adalah usaha pengolahan rajungan dapat berkelanjutan, karena adanya kegiatan budidaya dan kepastian kerjasama antara nelayan kecil dengan pelaku usaha melalui Kartu Nelayan.
Manfaat dari skema kepemilikan Kartu Nelayan adalah pelaku usaha akan mendahulukan nelayan pemegang kartu untuk membeli hasil tangkapan dengan harga yang telah disepakati bersama. Cara seperti ini akan menguntungkan nelayan tradisonal, karena hasil tangkapan mereka dapat terjual dan dengan harga yang pantas.
Jika ketersidiaan stok bahan baku terjaga, akan berdampak pada banyaknya pesanan atau permintaan pasar. Kondisi ini dapat menguntungkan pelaku usaha karena dapat meningkatkan produksi, nelayan kecil tetap eksis melaut dan perempuan dapat terus bekerja. Hal yang dikwatirkan dari rendahnya stok bahan baku adalah berkurangnya produksi yang menyebabkan pengurangan tenaga kerja atau dirumahkan.
Sementara manfaat dari pelabelan dinas kesehatan semakin menumbuhkan kepercayaan dari pembeli dan konsumen, karena adanya jaminan kesehatan produk.
Sedangkan pelabelan hasil produksi untuk menghindari duplikasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, juga dapat memberikan opini positif kepada konsumen. Bila opini positif ini terjaga, maka akan lahir asumsi publik bahwa “Untuk Membeli Olahan Rajungan yang Berkualitas Belilah di Desa Hukaea”.
Manfaat nelayan kecil dan perempuan sebagai aset pembangunan desa adalah adanya kemandirian secara sosial ekonomi untuk memperjuangkan kehidupan yang layak. Kemandirian nelayan kecil dan perempuan secara sosial ekonomi, sangat erat kaitannya dengan kemampuan masyarakat desa dalam keterlibatan pengelolaan usaha-usaha produktif.
Melalui usaha-usaha produktif ini mereka memiliki kemampuan untuk memperjuangkan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan. Ketersediaan bahan baku adalah keharusan, karena sumberdaya alam berperan sebagai tulang punggung perekonomian. Berdayakan masyarakat, berikan peluang.(*)
TAPM TTG P3MD Bombana
Jauh di 'tumit' kaki Pulau Sulawesi, di bagian tanah semenanjung Sulawesi Tenggara, tepatnya Negeri Tokotua, para ibu-ibu rumah tangga telah memposisikan dirinya sebagai penyanggah ekonomi rumah tangga disamping tetap mengandalkan penghasilan suami dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Para "the power of emak-emak" ini telah mendapatkan penghasilan yang besar dalam sebulannya sebagai 'buruh' pada perusahaan komunitas kepiting rajungan. Tepatnya di Dusun III, Desa Hukaea, Kecamatan Rorowatu Utara Kabupaten Bombana.
Pengolahan kepiting rajungan yang merupakan usaha perseorangan ini telah memberikan dampak perubahan ekonomi bagi warga setempat, bukan hanya bagi Dusun III Desa Hukaea, tetapi juga bagi warga dari desa-desa lain. Bahkan lebih dari itu, pemilik usaha, Sugianto ini, juga memberikan bantuan alat tangkap, sehingga hasil tangkapan rajungan tidak dijual kepada orang lain.
"Bantuan yang diberikan tidak bersifat mengikat, tetapi dengan ikatan saling mempercayai, dan ini telah berlansung cukup lama, sejak 2011
Menurutnya, yang bekerja di perusahaan yang telah lama dirintisnya berkat dukungan warga sekitar itu, adalah ibu rumah tangga dengan usia antara 30-60 tahun. Jika stok bahan tersedia mereka dapat bekerja setiap hari, mulai dari jam 08.00 sampai 16.30. Sebagian dari pekerja perempuan adalah single parrent yang memiliki anak 1-2 orang yang telah menginjak usia sekolah.
Sistem pembayaran gaji diberikan tiap minggu dengan ketentuan seberapa banyak para pekerja dapat mengolah daging rajungan yang siap dikemas. Jika setiap pekerja dapat menghasilkan 1 kg, akan dibayar Rp.20.000. Rata-rata pekerja dapat menghasilkan 30-40 kg sehari, bahkan jika ketersediaan stok olahan melimpah sebagian dari mereka dapat menghasilkan 60 kg sehari.
Jadi penghasilan mereka berkisar antara Rp 600 ribu, sampai Rp 800 ribu, bahkan ada yang mampu meraup Rp 1,2 juta dalam seminggu. Artinya, dalam sebulan rata-rata setiap ibu-ibu rumah tangga pekerja dapat menghasilan antara Rp 2,4 juta sampai Rp 4, 8 juta.
Manfaat yang akan terjadi dari proses intervensi program adalah usaha pengolahan rajungan dapat berkelanjutan, karena adanya kegiatan budidaya dan kepastian kerjasama antara nelayan kecil dengan pelaku usaha melalui Kartu Nelayan.
Manfaat dari skema kepemilikan Kartu Nelayan adalah pelaku usaha akan mendahulukan nelayan pemegang kartu untuk membeli hasil tangkapan dengan harga yang telah disepakati bersama. Cara seperti ini akan menguntungkan nelayan tradisonal, karena hasil tangkapan mereka dapat terjual dan dengan harga yang pantas.
Jika ketersidiaan stok bahan baku terjaga, akan berdampak pada banyaknya pesanan atau permintaan pasar. Kondisi ini dapat menguntungkan pelaku usaha karena dapat meningkatkan produksi, nelayan kecil tetap eksis melaut dan perempuan dapat terus bekerja. Hal yang dikwatirkan dari rendahnya stok bahan baku adalah berkurangnya produksi yang menyebabkan pengurangan tenaga kerja atau dirumahkan.
Sementara manfaat dari pelabelan dinas kesehatan semakin menumbuhkan kepercayaan dari pembeli dan konsumen, karena adanya jaminan kesehatan produk.
Sedangkan pelabelan hasil produksi untuk menghindari duplikasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, juga dapat memberikan opini positif kepada konsumen. Bila opini positif ini terjaga, maka akan lahir asumsi publik bahwa “Untuk Membeli Olahan Rajungan yang Berkualitas Belilah di Desa Hukaea”.
Manfaat nelayan kecil dan perempuan sebagai aset pembangunan desa adalah adanya kemandirian secara sosial ekonomi untuk memperjuangkan kehidupan yang layak. Kemandirian nelayan kecil dan perempuan secara sosial ekonomi, sangat erat kaitannya dengan kemampuan masyarakat desa dalam keterlibatan pengelolaan usaha-usaha produktif.
Melalui usaha-usaha produktif ini mereka memiliki kemampuan untuk memperjuangkan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan. Ketersediaan bahan baku adalah keharusan, karena sumberdaya alam berperan sebagai tulang punggung perekonomian. Berdayakan masyarakat, berikan peluang.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar