ProFiles

ProFiles

Senin, 20 November 2017

MIKROHIDRO DI ULURINA

ASWAN BAHUTARA
Wartawan Majalah ProFiles




Ulurina. Berasal dari dua gabuangan dua bahasa, yakni bugis dan Tolaki. Ulu dalam bahasa Bugis berarti kepala, Rina dalam bahasa Tolaki berarti air. Jadi Ulurina adalah “Kepala Air”. Artinya, adalah sumber sungai, hulu sungai, yang merupakan sumber air baku dan percabangan sungai-sungai yang ada di kaki-kaki gunung dan pesisir.

Ulurina yang merupakan pecahan dari Desa Ulu Lapapao memiliki empat dusun, Yakni :
a. Dusun Kela
b. Dusun Mattirowalie
c. Dusun Watumbasi
d. Dusun Punangga

Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 119, dengan 33 buah rumah, jumlah jiwa 449 orang. Dimana pekerjaan utama adalah berkebun, seperti kebun coklat, cengkeh, lada, rambutan, durian, pala, dengan disokong tanaman alami, yakni ekosistem Pohon Enau yang tumbuhu dengan suburnya di sela-sela tanaman komoditi lainnya.

Pada musim-musim tertentu, apalagi pasca musim panen cengkeh, coklat, lada, dan lainnya, maka warga memilih membuat gula aren sebagai pekerjaan sampingan. Sedikitnya 50 persen, atau 64 KK, yang mengandalkan penghasilan sehari-harinya dari gula aren, selain menunggu musim panen besar tiba. Tetapi terkadang, cengkeh tahun ini tidak terbuah lebat, sehingga petani tidak dapat mengandalkan cengkeh yang setiap dua tahun sekali berbuah lebat.

Dari 64 KK yang rutin membuat gula aren, maka rata-ratanya setiap orang dapat memproduksi sekitar 120 Kg gula setiap minggunya. Setiap 1 Kg gula dihargakan Rp 10.000. Berarti setiap minggunya setiap pengrajin mendapatkan keuntungan penjualan Rp 1,2 juta. Jika dikalikan setiap bulannya, dengan rata-rata 4 minggu, maka pengrajin memiliki penghasilan Rp 4,6 juta setiap bulannya.

Meski kemajuan kesejahteraan masyarakat Ulurina sudah mulai meningkat, tetapi masih mengalami kendala besar, utamanya system transportasi, karena hanya mampu menggunakan motor, itu pun motor pakai kopleng, apalagi jalan desa selama ini, termasuk yang menghubungkan dusun-dusun itu adalah jalan tanah, sehingga kalau pagi hari apalagi musim hujan, badan jalan ini tidak bisa dilewati.

Olehnya itu, warga Desa Ulurina sangat bersyukur dengan adanya Program Dana Desa ini, sebab dengan DD yang diterimanya setiap tahun sekitar Rp 700 juta lebih, maka lebih banyak diperuntukkan untuk pembangunan jalan beton, yaitu dua lajur, karena dengan model ini kendaraan baru bisa mendaki pada kemiringan 45 derajat. Jalan beton juga dapat menghindarkan ban motor dari licin sehingga tidak tergelincir yang beresiko terjun ke jurang.

Kades Ulurina memang berharap bahwa sampai tahun 2019, kemungkinan baru akan rampung pembangunan jalan beton yang tembus ke-empat dusun, termasuk dengan jalan yang menuju air terjun, turbin, atau pun pusat budidaya ikan air tawar yang sengaja dibuat di bantaran sungai.

Dengna potensi ini, maka Ulurina sudah bertekad untuk “Mandiri Energi”, karena dengan 3 turbin yang saat ini beroperasi secara baik, sudah mampu menyuplai penerangan bagi empat dusun secara full, siang malam.

Sejumlah KK juga sudah dapat menikmati siaran televisi, kulkas, dan sejumlah peralatan rumah tangga lainnya. Lambat laun, manajemen turbin, mikrohidro ini, akan dikelola dalam manajemen BUMDes.

Apalagi selama ini BUMDes juga sudah mengelola simpan pinjam, termasuk bagi petani yang kekurangan modal dalam pembuata gula aren. Khusus gula aren, karena siklus bisnisnya perminggu, atau harian.

Bisnis lain yang dikembangkan adalah penjualan BBM, bensin, dengan SPBU Mini, sehingga warga tidak perlu turun beberapa kilometer di desa-desa pesisir hanya sekadar untuk membeli BBM.

Langkah 2018 ini, BUMDes rencana akan investasi cicil Mobil Truk. Ini bertujuan untuk angkutan penumpang dan angkutan bahan bangunan dari Kota Kolaka ke Desa Ulurina, angkutan tanah, dan beragam aktivitas bisnis lainnya. Dengan permodalan BUMDes DD 2017 sebesar Rp 100 juta, akan digunakan sekitar Rp 50 juta untuk DP (uang muka) pembelian Mobil Truk. Namun semuanya akan dibicarakan melalui Musyawarah Warga di akhir Desember 2017 atau awal Januari 2017.

GOTONG ROYONG LESTARI DI ATAS KARANG

SULTAN DARAMPA
TAPP MIS-PID P3MD SULTRA
`



























Desa  Lapandewa merupakan desa tertua diantara beberapa desa dalam wilayah Kecamatan Lapandewa. Dari kondisi alamnya, yang boleh dikata sama persis dengan alam desa-desa pecahannya, yaitu berbatu karang, dan diselingi beberapa perbukitan dan lembah yang juga di lapisi batu-batu karang.

Meski alamnya terhitung keras, tetapi bagi masyarakat Lapandewa tetap bertahan, utamanya pada usia muda, kaum ibu, serta orang-orang tua yang produktivitasnya mulai berkurang, atau memang sekelompok warga yang spesialisasinya hanya bertani. Selebihnya, utamanya anak-anak muda, lebih memilih merantau daripada bertahan pada kondisi alam yang keras, yang untuk air minum sabang hari, bulan dan tahun harus didatangkan atau dibeli apabila sudah mulai masuk musim kemarau.

Desa Lapandewa ini merupakan desa yang berbatu-batu karang, dan penduduknya lebih banyak mengandalkan kehidupannya di bidang pertanian, utamanya perkebunan, baik produksi tahunan seperti mete, maupun untuk musim pendek seperti jagung, ubi, kacang tanah, sayur-sayuran maupun bawang merah.

Di tengah-tengah kegersangan itu, kehidupan warga Desa Lapandewa sudah mulai menjanjikan harapan-harapan baru, selain karena hasil musyawarah warga yang mengalokasikan dana desanya untuk 6 ton bibit bawang merah untuk musim tanam Noepmber 2017, dan panen Januari – Pebruari 2017.

Bantuan secara besaran-besaran ini untuk pertama kalinya yang diterima warga, yang selama ini hanya kadang-kadang diberi bantuan tidak lebih dari 2 – 5 Kg setiap petani. Itupun dalam jumlah yang sangat terbatas, dan tidak semua petani berkesempatan mendapatkan bantuan bibit seperti itu.

Tapi kali ini dengan jumlah bibit 6 ton khusus untuk Desa Lapandewa melalui DD tahap II 2017, maka senyum petani mulai merekah. Itu tampak ketika mereka sedang bergotong royong membersihkan lahan-lahan untuk penanaman bawang.

Bantuan kedua, yaitu diakhir Bulan Oktober ini, telah diresmikannya saluran air bersih dari pipa-pipa besar yang akan mengalir ke rumah-rumah penduduk oleh Bupati Buton yang baru Feisal Agus Hidayat.

Bahkan air bersih tersebut bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk kebutuhan tanaman produktif mereka, utamanya bawang melalui bak-bak penampungan mereka yang telah dibikin beberapa tahun lampau yang sejak dibikinnya tidak pernah berfungsi dengan baik karena memang tidak rancang sebagai penampungan air hujan tetapi untuk saluran atau pipa air bersih, namun kala itu hanya penampungnya yang dibangun, tidak pernah dibuat pipanya.

 Dalam pembersihan lahan, warga telah menganut sistem kegotongroyongan, mereka secara beramai-ramai membersihkan lahan warga dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pemilik lahan ke pemilik lahan lain di hari-hari berikutnya. Begitulah siklus kehidupan warga Desa Lapandewa dengan mengandalkan kebersamaan, persaudaraan dengan saling bantu-membantu dalam mengatasi kerasnya sumber daya alam yang mereka miliki. (*)





MENU UTAMA

Koptan Rumput Laut Buton Tengah Deklarasikan Gus Imin Presiden 2024

LAKUDO – SC. Sebanyak 36 orang anggota Kelompok Tani Rumput Laut Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara me...