ProFiles

ProFiles

Rabu, 04 September 2019

Jangan Berhenti Menghargai Kampung Kita


   Keasrian Kampung di Papua

Satu langkah kecil dan sederhana untuk membangun kesimbangan pembangunan desa membangun dan membangun desa yakni menyampurkan kepercayaan kepada desa di satu sisi, sekaligus melawan dengan cara mendidik desa agar mampu membelanjakan DD sembari menghindarkan diri dari praktik korupsi. Kita tahu, salah satu indikator penting bekerjanya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah dilaksanakannya transfer fiskal dari pusat ke Desa yang disebut Dana Desa. Selama lima tahun terakhir pelaksanaan UU Desa, pemerintah secara konsisten meningkatkan jumlahnya. Untuk tahun 2017, pemerintah menggelontorkan Dana Desa sebesar Rp60 triliun rupiah, sehingga setiap desa rata-rata menerima kurang lebih Rp800-an juta rupiah. Pada tahun anggaran 2018 jumlahnya dinaikan dua kali lipat.

Bagi sebagian kalangan, pelipatgandaan Dana Desa tersebut dikhawatirkan menyuburkan praktik korupsi. Kekhawatiran ini memang cukup berdasar. Terlebih ketika akhir-akhir ini banyak media nasional menyorot praktik korupsi Dana Desa di beberapa belahan desa di Indonesia. Contohnya kasus operasi tangkap tangan di Pamekasan Madura kira-kira dua tahun lalu. Belum lagi reda pemberitaan kasus OTT di Pamekasan kala itu,  di Manokwari, dilaporkan adanya praktik pungutan liar Dana Desa di Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Tamrow.

Sebagaimana laporan dari masyarakat yang diterima oleh tim P3MD Kemendesa, PDT dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat, waktu itu, dari 121 kampung di Kabupaten Sorong Selatan 80 diantaranya terindikasi menyetor sejumlah uang sebesar Rp6 juta per kampung pada Satker Kabupaten tertentu. Tak tanggung-tanggung aliran Dana Desa ke kabupaten tersebut dilakukan setiap termin pencairan Dana Desa mulai tahun 2016.  Jika ini benar, maka potensi kerugian Negara dan desa mencapai hampir 1,5 miliar. 


Kasus yang sama juga terjadi di Kabupaten Tamrow, terindikasi ada aliran balik Dana Desa sebesar Rp10 juta per kampung ke kabupaten paska pencairan. Informasinya, tindakan tersebut terindikasi terjadi mulai tahun 2015 di setiap tahapan pencairan Dana Desa. Di Kabupaten ini terdapat 26 distrik dan 216 kampung. Jika benar, semua desa dipotong Dana Desanya, maka potensi kerugian lebih besar dari pada potensi kerugian di Sorong Selatan di atas.

Praktik penyimpangan anggaran tersebut tentu sangat kita sayangkan. Tapi, tidaklah bijak apabila menjadikannya sebagai ukuran mati penyimpulan ketidaksusesan pelaksanaan UU Desa di Papua Barat. Artinya, bukan kita mengenyampingkan praktik buruk pengelolaan Dana Desa tersebut, tapi di sisi lain kita perlu memberi apresiasi pada Kampung di Papua. Korupsi harus kita lawan, tapi pada saat yang sama tetap perlu mendorong pemanfaatan Dana Desa pada Kampung secara tepat bagi kemaslahatan kampung. Jika kita terus menerus meninabobokan pandangan kita secara negatif atas kapasitas dan kapabilitas pemerintahan Kampung dan masyarakat Kampung di Papua, maka ketertinggalan Kampung malah berpotensi semakin berkelanjutan.

Terlalu lama nalar kita menghukumi kalau masyarakat Papua masih tertinggal karena rendahnya kemampuan sumber daya manusianya dan rendahnya komitmen local good governance di dalamnya. Rendahnya kualitas pendidikan dan pengetahuan aparatur maupun karakter leadership Kepala Kampung yang regresif dan konservatif di Papua terus dijadikan ukuran ketidakberhasilan pembangunan Kampung di Papua. Sikap sosial kesukuan yang masih primitif juga selalu distigmakan sebagai penghambat pelaksanaan pembangunan Kampung.

Di Papua, khususnya Papua Barat, sebenarnya tengah bersemi tunas-tunas keberhasilan Kampung menyemai Dana Desa untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungannya. Pertama, di Papua Barat sudah ada kampung melek perencanaan dan penganggaran partisipatif. Sebut saja Kampung Mansinam. Dalam proses pembuatan formula perencanaan dan penganggaran pembangunan desa, Kepala Kampung selalu memulainya dari musyawarah dusun. Lalu diangkat ke level musyawarah Kampung. Usulan program yang berdimensi supradesa, maka akan dibawa ke tahapan musrenbang kecamatan dan kabupaten. Tidak hanya itu, Kampung ini juga sudah mengenal, bahkan telah mempraktikkan kewenangan berskala lokal yakni menerbitkan Rancangan Peraturan Desa perlindungan situs-situs sejarah, terutama sejarah kali pertama pewartaan Injil oleh dua orientalis berkabangsaan Jerman, Otto dan Glesser. Sayangnya, raperdes tersebut hingga kini tak dihiraukan oleh pemerintah Kabupaten Manokwari.


Kedua, kampung di Papua Barat juga sudah mengikuti desa-desa di Jawa dan Sumatera yang sudah memajang papan informasi APBDesa. Contoh ini dapat kita temukan di Kampung Macuan Distrik Masni. Tak tanggung-tanggung rincian kegiatan plus anggarannya diinformasikan kepada publik dalam sebuah baliho berukuran jumbo. Inisiatif ini tentu patut kita apresiasi karena memberikan pembelajaran penting bagi terbentuknya karakter pemerintahan desa yang jujur dan terbuka kepada masyarakatnya.
Ketiga, telah bertunas kampung yang mengembangkan inisiatif membangun desa mandiri dengan membentuk BUMDesa atau BUMKamp. Kampung Bakaro di Distrik Manokwari Utara sudah membentuk kepengurusan BUMDesa dan mengeplot anggaran untuk penyertaan modal desa pada BUMKamp-nya pada tahun anggaran 2018 mendatang. Bahkan untuk pengembangan dan pemberdayaan lanjutan inisiatif pembentukan BUMKamp, Pemerintah Kampung Bakaro difasilitasi pendamping desa setempat sudah berinisiatif membangun kerjasama dengan Universitas Negeri Papua (UNIPA). Tentu ini suatu insiaitif yang menarik karena akan menguatkan kolaborasi aktif desa membangun dengan pendekatan kerjasama multipihak.

Tunas BUMKamp di Papua Barat yang sudah tumbuh dan bahkan berbuah akan kita dapati di Kampung Sumber Boga. Kampung berhasil mengalokasikan sebagian Dana Desanya untuk membangun beberapa unit pasar kampung lalu menyerahkan pengelolaannya kepada BUMKamp. BUMKamp Sumber Boga juga mengembangkan unit usaha sebagai penyalur pupuk bersubsidi bagi petani.  

Walau kadar kesuksesannya masih kecil, patut kita apresiasi sebagai kemenangan dan unjuk konsistensi desa menjalankan UU Desa. Maka, agar kemenangan tersebut semakin menyemarak, maka perlu dilipatgandakan ke desa-desa lainnya. Langkahnya yaitu, pertama¸ memperkuat jejaring pembelajaran inovasi antarpendamping kampung dan antarkampung sehingga akan terjadi pertukaran pengetahuan dan praktik inovasi pembangunan kampung. Kedua, mendorong komitmen kampung untuk mengalokasikan sumber dayanya pada program/kegiatan prioritas kampung yang berorientasi pada program/kegiatan pembangunan yang produktif dan inovatif. Ketiga, menekan laju penyimpangan anggaran desa baik yang dilakukan oleh pemerintah kampung maupun pemerintah supra kampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENU UTAMA

Koptan Rumput Laut Buton Tengah Deklarasikan Gus Imin Presiden 2024

LAKUDO – SC. Sebanyak 36 orang anggota Kelompok Tani Rumput Laut Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara me...