ProFiles

ProFiles

Rabu, 19 Desember 2018

Risalah Desa sebagai Entitas , Masyarakat Berpemerintahan

Oleh: Lendy Wibowo (Korbid III KN-PID)

PEMBUKTIAN atas tata kelola desa dengan 2 kementerian (Kemendagri dan Kemendes) 4 tahun terakhir merupakan kajian menarik. Tetapi sebelum itu, akan lebih menarik kalau kita melihat spektrum pemikiran dan tafsir atas kedudukan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum sebagaimana dimaksud UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sebelum itu, juga kita melihat bahwa mendalami desa tidak hanya pada aspek administratif membawa pemikiran pada persoalan kehidupan riil di desa. Tentang lapangan kerja, modal, produksi, pasar, dan bagaimana ekonomi berputar di desa. Pada bagian lain, kepemilikan aset oleh desa yang diharapkan berujung pada modal ekonomi politik yang bisa bermanfaat bagi rakyat banyak di desa. Termasuk soal ketersediaan serta akses terhadap sarana dan prasarana sosial dasar.

Oleh karena itu, model pendekatan konsolidasi perencanaan dan penganggaran desa menentukan pemecahan kongkrit dari aspek strategis desa ini. Persoalan desa tidak bisa hanya disikapi pada kebutuhan layanan administratif. Dari sini diskusi yg lebih mendasar tentang kedudukan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum bermula.

Dualitas desa sebagai entitas pemerintahan dan sebagai kesatuan masyarakat hukum, menampilkan tanda format otonomi desa akan seperti apa. UU Desa telah menempatkan desa menjalankan fungsi pemerintahan sekaligus kesatuan masyarakat yang melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan. Dualitas desa dalam kesatuan ini, menempatkan kedudukan desa bersifat unik. Pada bagian lain, kedudukan desa juga terkait dengan peran, kapasitas dan dukungan kebijakan.

Posisi dan kedudukan desa terhadap masyarakat bersifat pemenuhan kewajiban dan tangung jawab, sedangkan terhadap negara bersifat hak-hak yang seharusnya diterima. Pada kenyataannya beragam tafsir atas kedudukan desa menjadi kunci perlakuan negara terhadap desa. Desa dengan kewenangan yang dimiliki bukan berarti sebagai hilangnya kewajiban dan tanggung jawab negara kepada desa. Hal ini menjadi karakter (penjiwaan) UU Desa dalam bentuk-bentuk pengakuan, kewenangan, regulasi, dana, dan dukungan program/kegiatan.

Desa sebagai kesatuan masyarakat diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta kewenangan asal usul, seperti Nagari di Sumatera Barat, Lembang di Tana Toraja, Kuwu di Cirobon, Desa Pakereman di Bali dan Kampung di Papua serta lain-lain tempat. Pengakuan Negara tersebut diwujudkan dalam bentuk hak asal usul desa dan dalam bentuk kewenangan desa sebagai kewenangan berdasarkan asal usul.

Selain itu, desa diberikan kewenangan oleh negara dalam bentuk Kewenangan Desa berskala lokal. Dua kewenangan ini menegaskan pengakuan negara terhadap desa sebagai bentuk, pranata yang masih berjalan (rekognisi) dan pengakuan negara terhadap kapasitas desa dalam mengelola urusan-urusan pembangunan dan pemberdayaan (subsidiari).

Sumber kewenangan desa menjadi kunci, dalam kadar dan derajat otonomi, serta desa dalam layanan administratif, seharusnya menjadi pemicu pemikiran dan tindakan dinamis desa. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berarti komunitas sebagai subjek yang berpemerintahan. Oleh karena itu, desa adalah subjek hukum, yang direpresentasikan melalui kepala desa.

Dalam pemerintahan desa, terkandung muatan masyarakat dan kepentingan masyarakat, demikian juga sebaliknya. Dalam mindset kepala desa, perangkat desa dan masyarakat, soal-soal partisipasi, desa inklusi dan akses masyarakat ini mesti tuntas agar persoalan ini tidak menggaris kepentingan yang terpecah-pecah. Benar, bahwa setiap kelompok mempunyai kepentingan-kepentingan yang dipertemukan melalui musyawarah, akan tetapi dalam musyawarah desa juga, kekuatan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum juga mesti berhasil merumuskan ‘kepentingan bersama/common interest’ sebagai bukti komunitas yang hidup dan aktif.

Oleh karenanya, merumuskan aturan dengan menjadikan UU Desa sebagai konsideran, membawa konsekuensi logis ketaatan terhadap terminologi Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum.

Kecenderungan komunitas desa yang makin terbuka, membawa desa pada pilihan konsensus baru pada tingkat lokal sebagai pilihan dan keputusan partisipatif yang layak dihargai. Setiap pilihan membawa konsekuensi pada kewenangan dan anggaran desa, tetapi yang lebih penting, negara telah membangun relasi yang dewasa dengan desa.

Dalam relasi ini, tahapan hubungan bersifat dinamis dan direncanakan dengan matang termasuk menggunakan berbagai ukuran. Termasuk Inovasi Desa. **

Senin, 17 Desember 2018

Cerita Tentang Jokowi dari Timur Jauh


Oleh : Silverster / TA MIS-PID Provinsi NTT


DANA Desa (DD) lahir di tempat yang sama dan pada jam yang sama. Yaitu, pada saat Presiden Joko Widodo memegang kendali pemerintahan Republik Indonesia jelang penghujung tahun 2014. Betapa sangatlah brilian konsep dan gagasan untuk membangun negara tercinta ini yang dimulai dari desa atau wilayah pinggiran.

Saya meyakini, gagasan membangun Indonesia dari desa atau pinggiran, tentu dihasilkan dari sebuah perenungan yang mendalam oleh Jokowi dan timnya bersama wakilnya Jusuf Kalla. Pemerintahan ini sangat tahu betul, tentang titik pangkal/persoalan ketidakmampuan orang desa untuk maju dan bersaing demi hidup yang mandiri. Maka, desa diberi peran penting untuk berdaulat.

Paling tidak, DD hadir dan menjawab sebagian besar permasalahan pembangunan yang ada di desa. Dimana desa diberi kebebasan dan tanpa tekanan, dengan sumber pembiayaan dari DD. Desa pun mulai berpikir dan menata pembangunan tahap demi tahap. Kini, mulai terasa arah pembangunan di desa pada umumnya.

73 tahun sejak Indonesia bebas dari belenggu penjajahan, desa belum pernah diberi kesempatan untuk mengelola dana pembangunan di daerah mereka seperti empat tahun terakhir. Semuanya top down. Semuanya tinggal jalankan perintah atasan, meski arah pembangunan tidak menjawab segala kebutuhan desa. Tetapi, apalah daya orang desa, tinggal turuti saja segala kemauan sang penguasa.

Presiden Jokowi pun datang blusukan ke desa dan kampung-kampung, hanya mau mendengar apa saja keluhan orang desa yang berada di piggiran kota. Karena selama ini, aspirasi mereka belum tersalurkan dengan maksimal. Jokowi ingin menyahuti langsung aspirasi dari orang-orang desa.

Percikan api pembangunan telah terasa, terngiang di telinga kita saudara-saudara. Di mana-mana mulai mengakui tentang besarnya manfaat DD dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan merata, tanpa memilih dan memilah daerah, suku, agama serta golongan. Jokowi ternyata bukan sekadar pejabat sementara Presiden RI, tetapi telah menjadi bapak pembangunan bagi desa dan nusantara ini.

Sebagai Tenaga Ahli (TA) Kemendesa PDTT RI di tingkat provinsi, setiap kali saya melakukan kunjungan kerja ke kabupaten, kecamatan, dan monitoring ke desa-desa, saya melihat begitu semringahnya orang-orang desa saat ini. Aspirasi pembangunan yang mereka butuhkan, selama ini diakui sebagian besar telah terakomodir. Karena arah pembangunan desa mereka, sudah mereka tentukan sendiri, melalui forum musyawarah dan mufakat yang alot dan bersahabat.

Ketika saya berdiskusi ringan dengan beberapa warga desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu, warga merasakan bahwa pemerintahan Jokowi telah memberikan peran langsung kepada rakyat dalam menentukan arah pembangunan daerahnya. Warga mengaku sangat merasakan dampak pembangunan secara langsung maupun tak langsung.

Pelibatan warga juga sangat terasa melalui ajang musyawarah untuk penetapan RKPDes (PKD, Musdes, Musrenbang-Cam, Musrenbang-Kab, Musrenbang-Prov, dan Musrenbang-Nas).

Sebagai Tenaga Pendamping Profesional, tentu saya mempunyai tanggung jawab yang amat berat. Dimana yang menjadi persoalan adalah bagaiman caranya untuk merangkul orang desa, agar para elit di desa tidak saling mencari-cari kesalahan antara satu lainnya.

Mari bersama membangun desa demi memperlancar roda perekonomian, kesehatan, dan pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia yang cerdas. Dengan begitu, kita siap mengarungi arus globalisasi dan tidak akan menjadi korban dari kebijakan kaum kapitalis dan neo-liberal.

Contoh nyata seperti Negara Zimbawe di Afrika. Rakyatnya hidup melarat. Untuk makan saja susahnya minta ampun. Kenapa hal ini terjadi di sana? Salah satu penyebabnya, karena sumber daya manusia yang sangat lemah, pola pikir dan cara pandang masyarakatnya masih rendah.

Demi memperkuat ketahanan konomi Indonesia, maka pada massa pemerintahan Jokowi, telah digelontorkan dana yang begitu besar kepada desa untuk membentuk arah pembangunan, baik dari segi sarana prasarana maupun peningkatan kapasitas untuk berinovasi. Ini penting, agar desa bisa melahirkan banyak kade-kader masa depan yang siap menghadapi arus perubahan, baik itu perubahan dari dalam mapupun dari luar.

Berdasarkan pengamatan saya sebagai pendamping desa, saya mau mengatakan bahwa, hasil pembangunan dari dana desa sangatlah terasa oleh semua lapisan masyarakat desa di wilayah nusantara. Dan khusus Provinsi NTT, dengan adanya Padat Karya Tunai (PKT), telah mampu menyerap 35.000 tenaga kerja lokal.

Dengan adanya DD, geliat ekonomi di NTT mulai tampak. Semoga program Dana Desa terus berlanjut untuk ke depan demi memajukan desa, menuju desa mandiri dan sejahtera. **

Jumat, 07 Desember 2018

P3MD-PID Bersinergi Visi-Misi Pemprov Sultra


Oleh : Sultan Darampa


Rapat Koordinasi Propinsi Sulawesi Tenggara Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan Program Inonvasi Desa (PID tahun 2018 yang diselenggarakan di Hotel Clarion Kota Kendari, Tgl 7 – 9 Desember 2018.

Rakor ini dibuka oleh Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Dr.Lukman Abunawas SH.,M.Si., yang dihadiri oleh  Kepala Dinas PMD Sultra, para kepala bappeda dan kepala Dinas PMD Kabupaten, para perwakilan camat, perwakilan kepala desa, para pendamping dan tenaga ahli.

Pada kesempatan ini Lukman Abunawas atas nama Pemerintah Propinsi juga menyerahkan piagam penghargaan dan plakat lainnya kepada para kepala desa terbaik dan pendamping terbaik. Baik terbaik nasional, maupun terbaik untuk Sultra dengan mewakili beberapa kategori.

Wagub Sultra Lukman Abunawas memberikan menegaskan bahwa dalam rangka memperkuat pembangunan di daerah ini, terutama untuk melapis Dana Desa, maka Pemprov juga akan memberikan dukungan baik berupa daya dukungan maupun dana tambahan melalui APBD Propinsi Sultra.

“Kita akan memperkuat sistem pendampingan dan Dana Desa, Dana Kelurahan serta penguatan terhadap pemerintah kecamatan. Semuanya akan disinergikan,” ungkapnya.


Penguatan P3MD-PID ini memang menjadi bagian dari komitmen kepemimpinan Ali Mazi – Lukman Abunawas sebelum terpilih sebagai Gubernur Sultra.

“Ini komitmen kami, dan soal teknisnya dukungan APBD Tingkat I itu akan didiskusikan dan akan dikeluarkan kebijakan khusus,” katanya. Pernyataan ini sebagai bagian dari Program atau visi-misi Ali Mazi – Lukman, yaitu Sultra Cerdas, Sultra Sehat, Sultra Peduli Kemiskinan, Sultra Berbudaya dan Beriman, serta Sultra Produktif.

Jadi Sultra prioritas tersebut diatas sudah nyata telah berkontribusi terhadap pembangunan pedesaan. Jadi bukan hanya kabupaten / kota yang akan memperkuat P3MD-PID, tetapi juga Pemerintah Propinsi dengan program tersebut.

Gebrakan ini terhitung cepat, melalui APBD 2018 Perubahan, Gubernur Ali Mazi telah menerapkan bedah rumah, utamanya bagi bedah rumah bagi kepala keluarga yang kurang mampu. “Kita telah melakukan beberapa bedah rumah, dan akan dilanjutkan di 2019 sebagai bagian dari sinergitas program tersebut,” kuncinya.      



MENU UTAMA

Koptan Rumput Laut Buton Tengah Deklarasikan Gus Imin Presiden 2024

LAKUDO – SC. Sebanyak 36 orang anggota Kelompok Tani Rumput Laut Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara me...